Kenapa sih, kamu ga pernah bisa ngertiin aku?
Kenapa sih, aku selalu salah di mata kamu?
Perasaan, aku udah berbuat banyak, tapi ko selalu aja kurang.
Lebih baik aku diam, terserah kamu deh.
Beberapa kalimat di atas, mungkin saja pernah dilontarkan oleh kita, baik itu kapasitasnya sebagai seorang istri, maupun suami. Biasanya, perkataan itu dengan mudah kita ucapkan dalam kondisi hati yang sedang kurang nyaman. Ada yang terucap, ada yang bisanya cuma mengkel di hati.
Pertengkaran suami istri layaknya seperti sebuah aksesoris. Rumah tangga akan semakin menemukan harmoni ketika ada konflik di dalamnya. Katanya… fase-fase dalam pernikahan itu akan memperlihatkan penampakannya di tiga kurun waktu dan 5 kondisi. Usia pernikahan 1-3 tahun justru yang menjadi penentuan sepasang suami istri untuk melanjutkan fase berikutnya. Tapi karena biasanya di awal pernikahan itu masih hot-hot nya, maka di fase ini sebagian banyak pasangan mampu melewatinya dengan sukacita. Yang menjadi rentan adalah ketika memasuki fase tahun kedua. Menurut sumber-sumber yang saya baca, fase inilah yang sangat rawan, karena usia pasangan berkisar 30 an hingga 40an. Dan konon di usia ini, suami yang lebih rentan dengan yang namanya pubersitas (*kata sumber di guugel lho ya).Β
Selain fase tahunan, ada juga fase dalam bentuk kondisi, antara lain : awal perikahan (bulan madu), lalu memasuki pematangan sebuah keluarga, punya anak, transformasi (menjadi semakin dewasa dalam hubungan berkeluarga), terakhir melengkapi kehidupan di masa tua. Fase-fase tersebut mungkin ada benarnya, karena kalau saya pribadi saat ini sedang berada dalam fase kedua dan ketiga ya, sambil terus menjalani berbagai cerita di dalamnya. Yah… ga jarang juga, pertengkaran sering menghampiri kami berdua, namanya beda pemikiran dan beda mau, konflik pun terjadi.
Belum apa-apa jika saya bicara tentang usia pernikahan yang memasuki tahun ke 11 ini. Ditambah tak terasanya pertumbuhan anak-anak yang semakin hari semakin besar. Dan saya tidak bisa menampik, perjalanan kami melewati semua itu juga ga semulus yang diharapkan. Tapi, kondisi-kondisi tersebut nyatanya memberikan banyak pelajaran berharga untuk saya dan suami. Semakin kami terus terbentur dengan kondisi yang kurang baik, maka semakin besar tantangan bagi kami untuk bisa mencari solusinya. Seperti saya tuliskan di awal postingan ini, kalau berbicara tentang kekurangan masing-masing, dijamin deh, semua hujatan, pertanyaan dan segala ketidak puasan akan terus kita rasakan. So, apa dong yang harus dilakukan agar semua kerumetan itu bisa terasa ringan?
Saya bukan ahli psikolog atau konsultan pernikahan ya, bok… Tapi saya hanya ingin sharing dari pengalaman yang selama ini saya jalankan.Β
Adalah mendengar dengan sepenuh hatimu. Alhamdulillah, saya dan suami selama ini tak pernah luput untuk terus membuka hati dan pikiran kami dengan lebih banyak mendengar. Maksudnya gimana?Β Jadi gini, kalau lagi berantem atau marahan, masing-masing dari kita akan selalu merasa benar dan tidak ingin dikondisikan bersalah. Tapi justru di situlah titik rawannya. Ketika kita bisa STOP menyalahkan, dan lebih banyak berkomunikasi dengan pasangan secara dua arah, percaya sama saya deh, konflik akan usai. Tapi kan itu ga segampang kamu pikir, Mira? Betul. Kalau gampang, ya ga akan ada pertengkaran kan? Memang untuk memulai sesuatu (apapun itu) akan terasa sulit, yang perlu kita lakukan ketika ingin menyelesaikan sebuah permasalahan adalah menekan ego kita masing-masing dulu. Kalau suaminya tetep ngotot, ya istrinya yang harus berusaha keras terus mengirim energi positif agar suaminya mau mendengar. Begitupun sebaliknya. Dan yang paling saya haramkan (terutama untuk diri saya) adalah, mengucap kata “Ga bisa”. Iya, udah dicoba, ga bisaaaaa… Nah kata-kata seperti itu kadang bikin saya alergi. Walaupun sebagai manusia biasa saya bisa saja luput juga dan tak sengaja berucap seperti itu, no body is perfect, right?
So far, apa yang saya dan suami saya lakukan itu selalu efektif untuk kami. Walau pada kenyataannya harus terputus komunikasi beberapa saat, atau malah lebih banyak saya yang cemberut. Tapi di sini juga fungsi suami sebagai kepala rumah tangga. Bukan memperlihatkan egonya sebagai seorang yang berkuasa di rumah, tapi gunakanlah kapasitasnya sebagai seseorang yang bisa mengayomi istri. Seorang istri akan lebih lengkap hatinya jika terus dibimbing, diarahkan, disayang, dimanja, diperhatikan, dikasih uang jajan buat shopping yang lebih…. wkwkwkkwkw *yang terakhir ngarang tuh (walau ngarep juga). Yah, intinya… sinergi keduanya harus beriringan sejajar, saling mengingatkan, saling merendah, terutama MAU mendengar segala persoalan, baik persoalan sumur, dapur, kasur, atau perkejaan yang selalu memberikan efek ke dalam rumah. “Listen to Your heart”
Sumber foto |
Mendengar itu seperti melepaskan beban yang ada di hati dan pikiran kita, mendengar seperti menemukan jiwa yang sempat terserak karena asa, mendengar seperti merangkai sebuah mimpi, cita dan harapan, mendengar lebih dari sebuah pemikiran, karena dengan mendengar, mampu memupuk cinta yang terluka, menjadikannya sebuah kebahagiaan yang sangat indah
Hairi Yanti says
thanks mbak buat tulisannya yang inspiratif π
@yankmira | Mira Sahid says
@Hairi Yanti : terima kasih juga sudah berkunjung π
Astin Astanti says
Mba Mira bener banget dan seperti itulah alaminya yah.
Aku ngerasain sekali diawal pernikahan, memasuki tahun kedua, tahun ketiga….hehee, aku newbie di pernikahan.
belajar dalam perjalanan hidup.
Akhmad Muhaimin Azzet says
Bila benar kita cinta dan sayang maka kita akan mendengar sepenuh perhatian bila orang yang kita cinta dan sayangi itu bercerita, menyampaikan kegembiraannya atau bahkan kegalauan hatinya.
Ria Tumimomor says
Listen and not just hear… Thanks for sharing with us. Listening itu gak gampang memang… Kepengen people listening to us yg lebih menguasai diri
@yankmira | Mira Sahid says
@Astin : begitu pun aku, mba Astin. Keegoisan kita kadang lebih mendominasi π
@Akhmad : Setuju sekali, ma kasih mas Akhmad
@Ria : yup, betul mba, pake hati dengernya, semoga kita bisa lebih banyak merendah yak π
Nunung Nurlaela says
very nice…makasih share nya mak…:-)
Erfi Susanti says
Benar mbak…mendengar itu lebih baik ketimbang nyerocos tak karuan hehehe….salam kenal mbak…
Nchie Hanie says
Aduuh Mak..ikut merenung deh baca tulisan ini..!!
Sama aku juga memasuk tahun ke 11 niy, sudah merasakan up n down nya berumah tangga.
Dan memang benar karena rasa sayang dan cinta akan mengalahkan segalanya, dengan mendengarkannya dengan hati semoga bisa mendamaikan hati keduanya !!
@yankmira | Mira Sahid says
@nunung : Sama-sama , mba… terima kasih sudha berkunjung
@Erfi : Hai mak Erfi, ma kasih udah berkunjung ya, salam kenal juga
@Nchie Hanie : Yes mak, dengan lebih banyak membuka hati, maka mendengar akan terasa ringan ya, thanks π
Ririe Khayan says
Berrati kalau pas menikah usia suaminya sdh 40-an, ancaman pubertasnya sdh bisa mereda ya Mbak..*ups: nglantur.
Really great share Mbak, bagi saya pribad yg saat ini msh dalam fase merencanakan pernikahan. Semoga saya dan pasangan nantinya bisa melalui setap fase dengan : Aku cnta..Aku mendengar “Listen To your heart”
meutia rahmah says
tulisan mba mira menambah wawsan saya, wlpn blm berkeluarga :), thanks
sri sugiarti says
kena banget tulisannya mak…dengan kehidupan bermah tangga mak….bermanfaat dan inspiratif mak
yati rachmat says
Tulisan yang bagus MakPon, memang sebaiknya bahkan yang paling baik adalah: “Jadilah pendengar yang baik.”.
@yankmira | Mira Sahid says
@Ririe : Insya Allah begitu ya mak, sudah taraf melengkapi satu sama lain kali ya
@Meutia : Amiin, ma kasih ya Meutia
@Sri : Hihihi, iya ini juga nampar diri sendiri mak π ma kasih ya
@Bunda yati : yes Bunda… tolong diingatkan yaa kalau mulai2 mlenceng π
Orin says
mendengar dalam definisi yg sebenarnya memang susah ya Mir, ga bs setiap saat bisa menyediakan hati dan pikiran untuk mendengar *nyengir*.
Subhanalloh…udah 11 tahun, bahagia selalu ya Mak π
Apikecil says
Thanks banyak atas tulisannya ya Mbak Mir..
Inspiratif dan berguna banget bagi saya yang mulai memasuki tahun 1 pernikahan…
Oline says
yess, thay’s right.
intinya mau saling mendengar dan memahami, and yg terpenting mau menurunkan ego kita sebagai wanita dan istri ya mak, walopun itu aku yakini sangatlah susaah banggets π
semoga di usia pernikahan ke-11 tahun ini bisa menjadikan kalian tambah bijak n dewasa yah π
AstyNNS says
Mbak Mira nikahnya udah 11 tahun? wooowww…tapi kok msh muda? nikahnya umur brp? eh kepo, maaf…Btw jadi merenung nih msh byk kekurangan sy sbg istri apalagi kalo lg berantem, hiks.
Mira Sahid says
@Orin : Betul mak… Insya Allah, tepatnya Juli nanti. Ma kasih ya
@Apikecil : aah, senangnya bisa diambil manfaatnya ya, Prit. Semoga berkah
@Amiin Oline, semoga sampai tepat di 11 tahun di bulan Juli nanti yaa
@Hihihii… iya memasuki 11 tahun tepatnya Juli nanti. Aku nikah usia 21 mba. ckckckc, iya dong harus semangat bisar muda terus
catatan kecilku says
Tahun ini aku akan masuk tahun ke-15 mbak dan aku juga merasakan dinamika berumah tangga spt yang mbak tulis.
Pertengkaran memang kadang tak bisa dihindari tapi terkadang melalui pertengkaran kita dapat pelajaran/wawasan baru asal kita mau mendengar.
Lidya - Mama Cal-Vin says
terima kasih sudah berbagi Mir. tiap saaat belajar terus ya
Honeylizious Rohani Syawaliah says
dicatet buat bekal nikah nanti π
yeye says
TFS yah Mba, perlu bnyk belajar nih sm mba mir π
Elmoudy says
beruntung kalo sekiranya punya pasangan yang selalu ingin mendengar dan memberi respon yang tepat saat kita berkeluh kesah…mendengar, begitu indah untuk dilaksanakan, karena setiap orang ingin didengar dan dimengerti
myra anastasia says
hihihi.. melipir ah.. sy masih rada2 egois nih sm suami π
DOLBYVIT says
makasih mba atas informasinya yang inspiratif π
Anonymous says
Sorry ikut comment saya pun sekarang telah merasakan. Hal yang telah di alami mbak mira moga saya bisa berhasil melewati ujian ini. Semua yang di tulis semuanya sama.
Trims,
Taopik Rahman says
makasih mba atas informasinya yang inspiratif π keren abis