Mereka kerap bertanya, atau memberi pernyataan, bahwasanya aku tak layak sendiri berlama-lama. Aku adalah perempuan yang layak dengan segala pengorbanan. Puja-puji mereka seolah membawaku pada sebuah imajinasi, bahwa aku ini memang seorang putri yang layak bersanding dengan pangeran seperti di cerita-cerita dongeng. Ah, iya… untungnya aku hidup dalam pikiranku yang nyata, bahwa aku dalam bentukan opini mereka, tetaplah seorang perempuan dengan segala kekuranganku.
Luka-luka yang pernah singgah dan menjadi kisah, memang sempat membuatku melemah. Perjalanan yang kian tak pasti juga kadang membuatku lelah. Tapi setidaknya, aku menyadari bahwa hatiku memang masih bekerja dengan iramanya sendiri. Kuanggap mungkin itulah bagian dalam proses aku menerima apa yang ditakdirkan dalam hidupku.
Pernah suatu waktu aku tergesa-gesa, berpikir bahwa sendiri ini tak boleh dibiarkan berlama-lama. Hingga pikiranku riuh mencari-cari, siapa yang dapat menjadi pelabuhan terakhirku. Beruntungnya, aku selalu dipertemukan dengan waktu memang yang selalu memberi jawaban dari setiap tanya yang kadang tak perlu dipaksakan jawabannya.
Perlahan kusadari bahwa, hati dan pikiran harus kukembalikan sebagaimana mestinya. Bukan untuk tergesa-gesa lagi, namun membiasakan menerima apa-apa yang hadir dengan penuh kesadaran diri. Sial, ternyata prosesnya juga tak mudah. Kali ini aku menyadari bahwa memelihara hati dan pikiran tetap baik, jauh lebih sulit dibanding membiarkannya sesukaku saja. Tapi lagi-lagi, aku beruntung dan bersyukur semesta selalu mempertemukan aku dengan mereka yang peduli tanpa melihat segala kebobrokanku, merekalah orang-orang yang tanpa gengsi untuk selalu menyapa bagaimana kabarku, yang tanpa lelah mendoakan dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja, yang tanpa syarat menyayangiku, dan hanya berbekal ikatan kasih sayang meyakini bahwa itu adalah bukti dari segala peduli. Dan itu yang membuat hal yang terasa sulit dapat terlewati berjalan dengan waktu.
Hidupku kini, kujalani dengan mencoba lebih baik, karena memang sudah seharusnya seperti itu. Hatiku? Seperti kubilang, egoku masih mempermainkan cara kerjanya, meski kuyakinkan diriku sendiri bahwa melangkah adalah cara yang tepat dijalankan saat ini. Aku memiliki keluarga dan anak-anak yang sehat, aku memiliki sahabat-sahabatku yang luarbiasa, aku memiliki kamu yang mengajarkan aku tentang bagaimana menjalani hidup dengan penuh kesadaran dari berbagai hal sederhana. Dan aku memiliki diriku yang akan terus memperjuangkan hati dan pikiranku agar tetap berada di tempat semestinya. Karena melangkah bukan tentang apa yang harus kudapati dengan segala harapku, namun bagaimana aku memaknai setiap hal yang datang saat ini, menerima dan mensyukurinya, sehingga padanya aku paham, seperti apa bahagia yang kuinginkan.
“Aku tetap melangkah… dari masa lalu, dan menjalaninya saat ini, hingga di sebuah masa, waktu yang menghentikan langkah ke tanah.”
Maseko says
Sendiri bukan berarti sepi.. bukan pula berarti tanpa orang² yang menyayangi.. setiap jalan kehidupan adalah sebuah cerita yang kita tuliskan sendiri, dengan kita sebagai pena-nya..
Fatma says
Thank you mbk mira.. Tulisan mbak bs agak menenangkan kekakutanku saat ini
dinadinc says
keep your spirit alive mba 🙂