Setelah menulis tentang “Hai Suami” beberapa waktu lalu, kali ini saya tergelitik untuk menuliskan lagi tema yang berhubungan dengan suami. “Kenapa sih, Mira, hobi banget ngomongin tentang suami?” Emmm, sebenarnya, tulisan ini hadir karena terinspirasi dari lingkungan sekitar sih, jadi, dipastikan tulisan ini muncul tak ada hubungan dengan suamiku kali ini.
Suami, oh suami…
Engkau selalu tak habis untuk dikenang, bahkan dalam setiap nafas seorang istri, tempatmu akan selalu ada di hati kami. Engkau pergi pada saat fajar menyongsong, dan tak jarang, kembali pada saat matahari tak lagi menampakkan sinarnya. Sungguh mulia sekali setiap waktu yang kau korbankan untuk anak istrimu, walau nampak hadir sekejapan mata di rumah, namun, kehadiranmu tetaplah melengkapi keluarga kecil ini….
Dengan kesibukanmu yang super padat, bahkan pekerjaan kantor yang tak jarang kau bawa pulang ke rumah, seringkali membuatmu tertekan, hingga pada akhirnya, rumah hanyalah tempatmu merebahkan badan yang lelah. Ya…. tak ada yang salah dengan sikapmu itu, karena engkau senantiasa menjalankan kewajibanmu sebagai kepala rumah tangga, jika itu yang terjadi, istri dan anak-anak tentu akan sangat memaklumimu. Namun tahukah kamu, suami? Pekerjaan yang menumpuk dan pikiran yang berat, seringkali membuatmu tak lagi mengenal siapa dirimu yang sesungguhnya. Engkau di kantor dengan lingkungan sosialmu, tentulah berbeda dengan engkau yang seorang ayah di rumah, dan suami bagi istrimu. Mengapa sebagian darimu menjadi seolah kehilangan kepribadian?
Seorang suami dengan status jabatan kepala di kantor atau jabatan lainnya, tentu membawa gengsi tersendiri untukmu. Kamu menjadi sangat dihormati, dipuja bahkan menjadi sosok yang sangat dicari. Dan sadar atau tidak, tentu itu membuatmu semakin percaya diri dengan semuanya. Kamu bisa menjadi seperti yang kamu inginkan, memerintah sesuai maumu, mendapat pengakuan dari sesama rekan kerja, bahkan mungkin tak jarang banyak pula sanjungan dari wanita-wanita yang memujamu. Ah, sungguh beruntung jika memiliki suami seperti itu. Namun lagi-lagi, sayangnya itu semua tak berbanding lurus dengan kehidupanmu di dalam keluarga kecilmu.
Jika di kantor, kamu bisa menjadi sangat bijaksana, lalu mengapa di rumah kamu seperti tak bisa memposisikan dirimu sebagai ayah dari anak-anakmu, yag seharusnya bisa bersama mereka dalam berbagai suasana, bercengkrama, dan bercanda ria? Jika dalam kondisi ragamu yang sangat capek, kamu akan selalu memaksakan untuk tetap tersenyum pada rekan kerja atau atasanmu, lalu, mengapa sulit sekali kamu lakukan itu untuk anak-anakmu?
Sebagai seorang lelaki yang memiliki penghasilan lebih dari cukup, ada saat-saat kamu menghabiskan waktu untuk makan siang dengan rekan kerja perempuan. Kalian bercengkrama dan bercanda ria. Namun mengapa pada istrimu, kamu hanya bisanya menuntut dan menjadi bak atasan? Tak bisakah kamu melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan pada rekan kerja perempuanmu? Ah, yaa… status istri sangat jauh berbeda dari sekedar rekan kerja, selayaknya seorang istri, mampu menjadi seorang teman, sahabat, partner yang patut kamu dengar pula segala masukannya. Sementara di kantor kamu sibuk membangun image dengan bijak, kamu membentuk pribadimu dengan sangat manis, layak seperti seorang lelaki yang bersahaja, namun mengapa, kamu bahkan tak ragu untuk menyakiti istrimu? Bukan lagi menyakiti hatinya, namun juga secara fisik. Seperti itukah peran istri bagimu, hai suami? Apakah mereka hanya boneka yang bisa kau mainkan kapanpun? Sementara setiap saat doa istrimu terucap untuk setiap langkahmu.
Untuk apa engkau disanjung dan dipuja di tempatmu bekerja, sementara di rumah, kamu menjadi sosok yang sangat berbeda. Bagaimana aku harus menyikapi semua itu, suami? Aku pun ingin didengar, akupun ingin berbicara layaknya seorang partner kerja, dan bukan hanya disuruh diam memenuhi maumu. Berikanlah aku kesempatan untuk semua itu. Aku meminta ini karena aku masih peduli dengan kita. Bagaimana jadinya kelak aku sudah diam? Tahukah kamu, suami…. “Jika seorang istri sudah menjadi sangat diam, tandanya bukan lagi ia memberikan respek padamu, namun bisa jadi ia sudah tak lagi peduli denganmu.” Apakah harus begitu, hai suami?
Jadilah dirimu apa adanya, tak perlu kau sibuk menjaga image mu di luar sana, sementara di rumah, kami bersusah payah untuk menghormati sikapmu yang seenaknya. Percayalah, tanpa perlu kau menjadi orang lain di luar sana, dengan sikap lembut dan kasih sayangmu pada anak dan istri, itu lebih dari segalanya.
=============
*Tulisan ini diambil dari kisah nyata beberapa sahabat. Maafkan jika (para suami) kurang berkenan.
Kalau melihat kisah di atas, berarti ga ada suami yang takut istri dong ya? *eh
keke naima says
alhamdulillah suami saya gak seperti itu. Tapi saya juga kenal dekat dg suami yg spt itu. Kasian istrinya *minta dijitak itu suaminya
Sumarti Saelan says
Ngelihatnya jadi empet ya mak, bahkan nyambung, empet, lima, enem sampe 20 hahahahaha……..:P
Pengamat Sosial says
Alhamdulillah, di kantor atau di rumah saya tetap sebagai laki-laki yang oke ha ha ha ha
Salam hangat dari Surabaya
Kiky Harahap says
curhat aaaah..
Waktu mutusin berenti kerja, aku juga sempet banget berasa insecure. Takut kalau meja diskusi kami selama ini berubah jd tempat aku ngomel2 doang. Ternyata enggak loooh..kita malah makin akrab, karena dia seneng banget, aku jadi punya waktu lebih banyak untuk membaca, ketimbang dulu tiap hari bahas kartu kredit hehe..
Niken Kusumowardhani says
Langsung melihat pada suamiku… Sungguh hal yang patut disyukuri… Allah memilihkan suami yang bijaksana
Anonymous says
suami kayak gt mending umpanin ke kandang macan aja mak…hehehe…
Mira Sahid says
@Keke Naima : Alhamdulillah ya, mak. Kita doakan suami yang seperti itu cepat insyaf 😀
@Pengamat Sosial ” Amiin, hahhaa. Ok Pakdhe
@Kiky : Nah, semua tergantung bagaiaman komunikasi itu berjalan ya, mak. Alhamdulillah
@Niken : Alhamdulillah, Bunda Niken selalu menjadi inspirasi 🙂
@Anonymous : Wah, ko anonim? Hihihi, jangan lah, kasian disergap macan 😀
RZ Hakim says
Hmmm, dan saya pun merenung 🙂 Doakan semoga saya bisa menjadi suami yang baik, di dalam maupun di luar rumah.
Sary says
Alhamdulillah, punya suami gak jaim 🙂
Santi says
Hai Para Suami, dengarkan kata hati Para Istri 🙂
Esti Sulistyawan says
Alhamdulillah..suami saya tidak seperti itu 🙂
windi teguh says
Suamiku ngga kayak gituuu, alhamdulillah 😀
nh18 says
Mbak Mira …
Saya setuju sepenuhnya bahwa … bisa jadi di beberapa kisah … satu dua atau lebih kesempatan memang ada suami (atau lelaki yang seperti itu)
namun saya percaya …
masih ada banyak sekali para lelaki sejati yang berusaha menjadi panutan dalam keluarganya …
menjadi pemimpin sekaligus teman dan idola yang baik di rumah …
Mungkin belum sepenuhnya berhasil … namun saya percaya, kami akan selalu berusaha sebaik-baiknya.
Salam saya
Choco BD says
jaim ngga ya suamiku ?? #istrigalak
rina susanti says
paragraf terakhir kena banget….
nathalia cornelis says
alhamdulilah mak, punya suami yg sangat perhatian. Kadang sampai detail dan suka surprais dgn perhatiannya
Nathalia Diana Pitaloka says
bagus mak 🙂
Bunda Kanaya says
sedih ya klo masih ada pemimpin keluarga yang seperti itu… alhamdulillah suamiku enggak kaya gitu *peyukpaksuami
sarah amijaya says
Beragam orang beragam juga karakternya, yang kasian ya istri n anak-anaknya ya…..ckckckc
salam kenal ya mba:)
Hana Ester says
Kak aku malah jd pengen punya suami,,
Dokan adekmu ini ya kak.
Hahhahahaa..
Honeylizious Rohani Syawaliah says
*nangis di pojokan*
Lidya - Mama Cal-Vin says
wahai para suami ayo baca postingan ini 🙂
Nchie Hanie says
ikut nangis di pojokkan kalo dapet suami kaya gituh..
Tapi aku yakin Maak..
#idem dengan komennya Om Nher
Masih banyak lelaki sejati di luar sana yang menjadi panutan buat keluarganya..
Nchie Hanie says
Mak iziin share ya !
jasa riview produk says
semoga ane jadi suami yang baik di mata istri, amin
hazmi SRONDOL says
jadi nanya istri di rumah. model suami kayak apakah aku ini…
jawabnya: “Mas, suami yang konsisten.”
kataku : “So, pasti itu… :-)”
Jelasnya lagi: “Konsisten kuat bergadang dan kuat ngebluk bayar utang nggak tidurnya”
*ambil ulekan
Insan Robbani says
Tak ada gading yang tak retak…
tidak menyalahkan cerita diatas karena memang fakta yang seperti itu banyak, tapi tidak membenarkan juga karena fakta bahwa suami yang baik dan bijaksana juga banyak. Fungsi disatukannya pria dan wanita dalam suatu perkawinan adalah saling menyayangi saling mengisi dan saling mengingatkan. Dengan komunikasi yang baik dan didasari ibadah Insya Allah akan baik2 saja…
AstyNNS says
Kalo gak inget orgtua sendiri rasanya tulisan ini pengen aku kasih ke Papa, persis bgt 🙁
puteriamirillis says
mbak mira sayang…
apa kabar..?
membaca tulisanmu…
aku suka…
memang selayaknya seorang suami bisa menjadi family man, laki2 yang berjuang di luar murni untuk keluarga, menurutku laki2 seperti itu adalah laki2 yg sempurna, dan di kantor pun rekan kerja dan bawahan menjadi lebih respek padanya…
imho mbak..^^
meutia rahmah says
mudah2n kelak aku mendapatkan suami yg bijaksana dan baik hati 🙂 aamin.bukan seperti suami dalam postingan emak mira ini
back to right way.. says
alhamdulillah ,, suamiku selalu menjadi imam dan menuntun dalam kebaikan,, oh suamiku aku bersyukur memilikimu,,
buat suami yang kurang beruntung (memiliki sifat dan tabiat yang tidak baik) ingatlah bahwa segala tindak-tanduk mu di dunia harus dipertanggungjawabkan 🙂
Hana Ester says
Kak minta alamat email, mau ngirimin sesuatu
nabila says
waduh suami macam apa tuh…
mudah2an kelak nanti saya punya suami yang baik, shaleh, bertanggung jawab amin
pkoknya tidak seperti artikel diatas naudubillah…
Agustinadian Susanti says
semoga Tuhan memberiku suami yang baik kelak:)
wiwitalfarisi says
Smg Allah memberikan yg terbaik utk q nanti..aamiin