“Kenyataannya, pilihan menikah atau tidak, kita akan tetap berjumpa dengan persoalan-persoalan hidup.”
Namanya juga, hidup!
Mengutip apa yang disampaikan oleh Henry Ford – Pendiri Ford Motor Company, “Whether you think you can or you can’t, you are right”, jika Anda berpikir Anda bisa atau Anda tidak bisa, dua-duanya Anda benar.” Kaitannya dengan judul dalam tulisan ini adalah; bahwa pilihan seseorang untuk menikah atau tidak menikah, keduanya juga benar. Tidak ada yang salah, mungkin seperti itu.
Eh, btw. Selamat Tahun Baru 2024, ya, kawan. Semoga tahun ini semakin semangat berikhtiar, semakin bahagia, dan bisa mewujudkan harapan dan cita-cita di tahun-tahun sebelumnya, dan tentunya, semakin meluaskan sabar pada apa-apa yang tidak bisa dikendaikan. Aamiin.
Setelah 7 tahun hidup sebagai seorang Single Mom, di tahun ke-8 saya memutuskan untuk menikah kembali dengan seseorang yang sudah Tuhan hadirkan. Keputusan ini tentu sudah saya pikirkan secara matang dari segala sisi. Terutama meyakinkan diri bahwa sosok inilah yang saya pilih dengan segala doa dan perharapan yang baik atas dirinya. Namun, dengan keyakinan yang saya miliki ini, apakah saya akan terbebas dari persoalan hidup? Atau, apakah saya akan berbahagia selalu? Well, setidaknya keyakinan tersebut (dengan tetap berpikir baik), bisa saya jadikan fondasi agar belief system ini bisa menjaga saya ketika sedang rapuh. Saya percaya, tubuh dan pikiran akan saling berinteraksi.
Saya ingat ketika masih berstatus sebagai Ibu Tunggal, rasanya saya tak luput dari hadirnya persoalan-persoalan. Bahkan, sebelumnya pun, ketika di masa pernikahan sebelumnya, persoalan-persoalan juga hadir, dari yang kecil sampai yang besar. Fakta bahwa akhirnya saya bercerai kala itu pun karena memang munculnya persoalan yang tidak dapat lagi menemukan jalan keluar selain berpisah. Setelah itu, apa? Ya, tinggal move on saja. “Gitu aja kok, repot”. Saya bisa komentar seperti itu, karena ternyata saya bisa melewatinya. Tubuh dan pikiran saya hari ini terbentuk karena masa lalu, sekarang gimana ke depannya, tubuh dan pikiran saya ini didorong ke masa depan untuk hal-hal yang baik. Konon, pikiran kita ini memiliki konsep pohon. Pohon pertama berisi : kesabaran, cinta kasih, kepedulian, melayani, yang biasa disebut dengan sifat positif. Pohon kedua berisi sesuatu yang tidak menguntungkan, seperti; ketakutan, keserakah, egoisme, dan sifat negatif lainnya. Pertanyaannya, mau lebih sering menyiram pohon sisi yang mana di kehidupan ini?
Ada pertanyaan melalui direct message (dm) instagram, atau tatkala ketika berjumpa dengan kawan, sesaat setelah saya menikah. “Gimana nih, pengantin baru?” Awalnya saya mengasumsimkan ya, itu pertanyaan jahil saja. Boleh jadi menekankan bahwa “nikah itu enak, kan?” *Ehe. Bagian enak-enaknya, tentulah enak. Lalu hingga detik ini ketika menelisik kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut, maknanya bisa jadi lebih dalam jika saya turut memaknai masa setelah pernikahan ini. Sebelum saya mampu menjawabnya, saya kerap menyadari. Faktanya, bahwa ketika menikah kembali, persoalan akan tetap ada. Ada saja perbedaan-perbadaan yang perlu diselaraskan.
“Layaknya hujan yang kadang datang tiba-tiba, dan perlu ‘dienggak apa-apain’ kalau rencana batal karenanya. Serupa itu pula beberapa hal lain yang nggak pernah kita duga datangnya., dan itu juga perlu ‘dienggak apa-apain’.
Terus, apa saja sih, persoalan yang biasanya muncul setelah menikah lagi, khususnya bagi saya dari seorang mantan Single Mom? Hal yang paling kentara adalah penyesuaian karakter masing-masing. Saya cukup lama hidup sendiri, sementara suami juga mengalami masa-masa yang nggak mudah pada kegagalan sebelumnya. Sehingga ketika masing-masing dari kami bertahan pada kondisi itu, terbentuk kuat dan keras karena keadaan, maka dipastikan saat kami bersama, keras dan ego kami masing-masing masih terbawa dalam hubungan baru ini. “Kok, bisa?” Padahal secara usia kami cukup matang. Harusnya sama-sama dewasa, dong. Hehe. Faktanya, kami masih manusia yang sama-sama berproses untuk bisa memaknai berbagai hal. Pertanyaannya, siapa diantara kami yang mampu lebih bijak mengelola emosional dan egonya untuk ketenangan hubungan bersama.
Hal lain yang saya maknai setelah menikah beberapa bulan ini adalah, bagaimana membangun kepercayaan satu sama lain. Bukan sekadar berupaya percaya bahwa pasangan kita bisa setia, namun juga apakah kami bisa saling jujur dalam segala hal. Jujur tentang emosional kami, jujur tentang kenyaman atau ketidaknyamanan, jujur tentang pekerjaan masing-masing, jujur tentang keuangan, jujur pada apa-apa yang memang sekiranya berdampak pada hubungan ini. Faktanya lagi, kami masih terus berproses membangun pola komunikasi yang tepat agar kami sama-sama menyadari bahwa hubungan ini memang akan lebih kuat jika dibangun dengan fondasi kejujuran-kejujuran.
Apa yang paling menjadi tantangan? Boleh jadi soal ego. Ini memang yang paling berat dan menjadi tantangan di setiap hubungan. Saya sendiri kerap sulit menjabarkan sebuah tulisan tentang bagaimana sebuah ego bisa muncul dan bagaimana cara menghadapinya. Saya nggak mungkin memberikan perspektif saya, atau seakan memberi solusi bagaimana mengelola ego, sementara bisa jadi dalam kehidupan sehari-hari saya pun masih memelihara ego saya. Meski kadang, saya berpikir bahwa sesekali memberi “Makan Ego” diri sendiri, boleh saja sebagai bentuk pertahanan. Tapi, jika demikian, apakah ada jaminan bahwa ego saya tak akan terbalas dengan ego pasangan, dan malah menambah persoalan?
Suka atau enggak, selama kita hidup, persoalan akan selalu ada. Boleh jadi akan menganggu kondisi mental kita, bahkan sampai meneteskan air mata. Dan semakin tidak nyaman rasanya, ketika kita bergantung pada orang lain untuk memahami kondisi kita. Alih-alih ingin dimengerti, malah kita jualah yang semakin merasa tidak nyaman.
Begitulah fakta kondisi yang saya rasakan setelah menikah. Saya tetap berproses, begitupun suami. Bahkan, proses ini akan terus kami jalani sampai kapanpun. Tentunya doa dan harapan saya pribadi, ini adalah pernikahan terakhir saya dan suami. Semoga saja kami kuat dan bertumbuh secara emosional dan pemaknaan. Doakan kami, ya.
Terima kasih juga sudah membaca tulisan ini. Siapapun yang saat ini sedang memiliki persoalan, semoga mendapatkan jalan keluar terbaik, dan kondisi mental bisa berangsur baik. Satu hal yang saya sadari ketika persoalan muncul, “tidak apa-apa jika ingin menangis, luapkan saja emosimu. Carilah bantuan, teman, sahabat atau siapapun yang bisa sekedar memelukmu dan mengusap air matamu dengan tulus, tanpa penghakiman.” All love 🙂
Desi Rianti says
Salam kenal mbak Mira…
Perkenalkan sy followers baru, yang jg seorang Single Mom.
Saya dengar cerita² mbak Mira dr kakak sy, ahkirnya saya jadi kepo deh 😁🤭
Terimakasih cerita yang begitu menginspirasi, sekaligus sebagai pengingat diri yang juga sudah terlalu nyaman sendiri selama 5th ini
Selamat juga atas pernikahannya semoga sakinah mawaddah warohmah dan bisa seiring sejalan hingga akhir hayat.
Barakallahu fiik
Mira Sahid says
Salam kenal kembali, Mba Desi. Wah, terima kasih sudah berkenan baca-baca tulisan saya, ya. Semoga bermanfaat. Salam sehat dan bahagia selalu
Andiyani Achmad says
judul artikel ini on point, yah yang namanya hidup mah ujian dan cobaan ada aja ya mba, mau itu menikah maupun being single, mau itu punya anak maupun belum tetep aja argo kehidupan jalan dan nyala terus. Kita mah sebagai manusia cukup menjalani dengan sabar dan ikhlas, ikhtiar dan berdoa biar semua fase kehidupan bisa dilewati dengan baik. Ya masa ujian hidupnya masyaallah banget hadiahnya cuma kulkas kan ye, semangaatt mba Mira, me woff you
Uli says
Benar banget nikah atau gak sama ada masalah dan tantangannya. Apalagi Mbak dan suami kembali memulai lagi yah meski sudah merasakan pahit manis ya tetap saja saat bersama orang baru yg namanya adaptasi dibutuhkan, wong sama anak aja Kita terus belajar ngadapinnya. Semoga bahagia seterusnya ya mbak, aamiin
Andy Hardiyanti says
Membaca ini jadi teringat omongan orang-orang di luar sana, bahwa ada aja tuh masalah yang bakal muncul dalam pernikahan. Lah iya, yaa .. gak mesti dalam pernikahan pun yang namanya masalah pasti ada aja hahahah. Namanya hidup gini, berhadapan dengan orang lain.. semua pasti ada ujian, tantangan, dan masalahnya…
Ria Nugros says
Iya setuju mba, mau menikah atau tidak namanya masalah pasti ada saja. Namanya juga hidup selalu ada ujiannya yaa, yang penting kita tetap sabar dan iklas jalaninnya. Buat mba semangat yaa
Fenni Bungsu says
Namanya kita hidup alias masih bernapas pasti ada aja masalahnya. Tinggal dinikmati masalah tersebut, karena dimana ada kesulitan pasti disertai kemudahannya. Semangat selalu
Okti Li says
Apalagi berumah tangga itu kan menyatukan dua perbedaan. Jelas bakalan banyak selisihnya, lah asalnya juga udah beda, nah tugas kita pasangan untuk mencocokkan… Hehe…
Menangis juga jadi jalan ninja saya untuk bikin hati plong. Selain ngeblog dan nyari waktu luang buat ke time maksimal
Gieska says
Betul, Mbak Mira. Menikah atau tidak masalah tetap ada. Tahun ini juga jadi tahun ke delapan saya berstatus single mom. Kadang harus menghadapi masalah yang membuat tarik dan hela napas yang cukup dalam, tapi Alhamdulillah semua terlampaui dengan baik. Congrats ya Mbak atas pernikahannya, semoga samawa.
Rahmah says
Menikah ini bener bener tantangan
Aku yang awalnya mikir dengan niat baik akan dimudahkan, ternyata sama saja
Tantangan luar biasa pun silih berganti datang
Beruntung bagi yang punya pasangan pengertian
Kalau sebaliknya, bener bener menyesal dan ingin menyerah saja rasanya
Lisdha www.daily-wife.com says
Meski tempo hari sudah mengucapkan, di sini saya kembali mengucapkan selamat untuk pernikahan makpon dan suami. Semoga samara ya maak.
Soal ego…ah itu benar sekaliii. Di usia menuju pernikahan ke 16 (tahun ini), saya dan suami juga masih sangat berproses soal mengatur ego.
Sebagai orang yang pernah berpikir utk tidak menikah, saya sepakat bahwa hidup single atau menikah ada persoalan masing2 yang tidak layak jika dibandingkan apple to apple.
Suciarti Wahyuningtyas says
Persoalan yang datang itu sudah satu paket dengan jalan keluarnya, tapi balik lagi bagaimana cara kita menyikapi dan mencari jalan keluarnya itu yang penting.
Ida Raihan says
Masya Allah semoga langgeng terus dalam.kebahagiaan ya Mak.
Setuju Mak, apapun pilihan hidup kita, masalah pasti mengiringi.
Lala says
Mba Mira, terima kasih sudah berbagi kisah dan menguatkan melalui beragam pengingat. Betul adanya menikah atau tidak menikah, tak akan pernah lupuy dari persoalan. Hidup merupakan proses, bertumbuh dan ditempa kemudian terbentuk. Hangat sekali membaca tulisan mu mba, menguatkan aku yang sedang di fase tidak baik-baik saja, namun berusaha yakin bahwa semua mampu aku lalui 😇.
Semoga mba Mira dan suami, menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warrohmah, amanah dan until jannah, aamiin. Berproses, seiring sejalan dan menua bersama.
Lidya says
Pastinya keputusan untuk kembali nikah sudah dipikirkan matang. bener banget mak Mir dalam kondisi apaun persoalan hidup pasti ada aja. Pasti rasanya beragam ya yang nikah maupun gak, tetap semangat
lendyagassi says
Barakallahu fiikum, ka Mira dan suami.
Semoga kehangatan dan kebahagiaan selalu menyelimuti.
Memang jalan menuju surga ((kebahagiaan di bumi dan akhirat, in syaa Allaah)) gak ada yang mudah.
Akutu pas kepentok masalah, pasti nangis.
PASTI.
Tapi selalu berpikir bahwa hidup ya harus terus berjalan.
Bismillah..
Allah ridha dan semoga beban ini gak berat terusan.. ada kalanya menjadi ringan dan menjadi berat lagi. Semua datang silih berganti.
Dian says
Selamat atas pernikahannya mbak
Semoga samawa
Menikah adalah ibadah terpanjang, wajar kiranya jika akan ada cobaan ya
Dapat surga tentu nggak mudah
Yang penting, bagaimana bisa kompak melalui cobaan berdua ya mbak
Antung apriana says
Kalau dari kacamata seorang lajang memang kadang mikirnya hidup bakal lebih indah setelah menikah. Eh setelah menikah ternyata ya tetap aja ada masalah dan nambah tanggungan dan malah kepikiran apa mending lajang aja ya? Hehe
Ade UFi says
Memang dalam menikah bukan cinta saja yg diandalkan untuk bertahannya sebuah hubungan. Yang paling utama menurunkan ego dan ekspektasi kita terhadap pasangan masing2. Dan harus keduanya, bukan suami saja atau istri saja.
Soalnya dalam pernikahan bukan hanya 1 kepala yg kita sesuaikan tapi ada kepala2 yg lain yg harus kita sesuaikan yg disebut keluarga. Kita tidak berharap keluarga lain bisa menyesuaikan kita, tapi cukup dari pasangan kita saja saling menyesuaikan yang lain bs mengikuti.
Jika kita keukeuh mempertahankan ego kita, maka akan terjadi benturan yang lama kelamaan bisa menghancurkan.
Persoalan hidup akan terasa ringan jika keduanya bisa melakukan hal tersebut. Persoalan hidup mah baru behenti ketika nafas kita juga berhenti.
Semoga Allah selalu menjaga dan memberikan barakahNya dalam pernikahan Mak Mira plus Pak Suami di pernikahan yang kedua ini ya.. ^_^
Istiana Sutanti says
Mbaakkk.. Lama juga ya udah 8 tahun aja jadi single mom. Baik di pernikahan sebelumnya, menjadi single mom, lalu menikah lagi, memang pasti gak terhindarkan dari masalah. Emang adaa aja gitu yaa.
Apalagi baru menikah, emang akan ada masa penyesuaian rupanya ya mbak. Semoga selalu langgeng sama pak suami, bisa selalu menjalin komunikasi yang baik, jadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Sehidup sesurga ya mbaakk. Aamiinn.
Ria Rochma says
Namanya hidup, mau nikah, mau sendiri, mau ada teman apa ngga, tetep ada persoalan hidup. Karena udah lumrah, manusia berhadapan sama masalah2 kehidupan, yg diharapkan bisa lebih menguatkan dia
Tian lustiana says
Masalah akan selalu ada ya mak, apapun keadaan dan kondisi kita, yang penting hadapi dan syukuri.