“Tadinya saya berpikir, bahwa ketika memutuskan untuk tetap menjalani peran sebagai single mom adalah jalan ninja yang mengasyikan. Menjadi perempuan bebas, mengatur kehidupan sendiri, dan bisa jadi apapun sesuai kehendak sendiri. What a great live.”
Memang benar, keasyikan itu ada kok. Selama 7 tahun ke belakang saya menikmati status single mom ini karena saya bebas melakukan apapun dengan aturan-aturan yang bisa saya tentukan sendiri. Fokus saya hanya untuk diri sendiri dan anak-anak. Nggak perlu tuh, mikirin pasangan, dan segala aturan-aturan yang melekat pada sebuah hubungan. Bikin ribet saja!
Lain ucapan, lain kenyataan. Kadangkala saya “si manusia paling sok tahu ini” menyadari, bahwa keasyikan yang saya jabarkan tadi sifatnya sementara. Ada kuasa yang nggak bisa saya tolak perkara takdir. Selama ini saya merasa cukup mampu menjalani peran sebagai single mom. Mencari nafkah, menjaga anak-anak, melakukan peran-peran yang dua kali lebih banyak tanggung jawabnya, “and all is well”, begitu yang kerap saya yakinkan pada diri sendiri maupun sahabat dan kerabat dekat.
Namun, sebagai manusia biasa dan perempuan yang secara genetiknya nggak bisa berlama-lama sendiri, saya menyadari pada akhirnya saya nggak bisa menentukan jalan sesuai versi kehendak saya. Kenyataan bahwa Tuhan Kembali menghadirkan seseorang dalam hidup saya kini, adalah bukti bahwa ada takdir yang nggak bisa saya tolak. Lalu, bagaimana emosi saya menerima hal ini?
Jujur, saya nggak mau terlalu ber-euforia, toh saya dengan sosok ini masih sama-sama menjajaki sebuah hubungan baru (tadinya, sampai berakhir di September lalu, karena kini kami telah sah menjadi suami istri). Dengan bekal masing-masing di masa lalu kami, dan fakta bahwa, ada banyak hal yang perlu disinergikan, terkhusus bagaimana kami bisa saling membangun rasa percaya dan meminimalisasi ego akibat benturan luka di masa lalu yang bisa menjadi trigger pertikaian.
Dan ternyata, nggak mudah!
Diantara malam-malam saat rasa sepi datang, saya mendamba seseorang hadir melengkapi dan menjadi tempat bersandar. Begitu dipertemukan dan didekatkan dengan seseorang, whuaaa… ternyata nggak mudah, bestie.
Layaknya menjalin dan membina hubungan baru, banyak perbedaan-perbedaan yang membuat kami sering bertengkar. Kami perlu sama-sama mencari-cari pola lagi, agar bisa berkomunikasi dengan baik, bagaimana bisa mengenal karakter satu sama lain, bagaimana bisa mengelola ego masing-masing, bagaimana agar kami enggak meributkan hal-hal kecil serupa drama dengan episode tak berkesudahan, dan yang terpenting bagaimana bisa menjadikan hubungan ini, menjadi sebuah hubungan dewasa yang bertumbuh. Karena kami bukan pertama kali dalam upaya membangun hubungan ini. Kami sama-sama berangkat dari kegagalan pernikahan sebelumnya. Maka sudah sepatutnya kami sama-sama lebih bijak dalam segala hal. Termasuk menemukan pola komunikasi yang tepat sesuai kesepakatan berdua. Iya, saya menyadari, boleh jadi banyak diantara kita tahu caranya berkomunikasi, namun kurang memahami pola komunikasi seperti apa yang tepat bagi masing-masing. Dan hal inilah yang perlu digali oleh keduanya.
Relationship for single mom
Adalah hal baru yang tak baru. Ini serupa kembali sekolah untuk memperdalam ilmu yang sudah saya miliki saat ini. Terjun Kembali pada satu masa yang pernah dialami, namun dengan ujian (sosok) yang berbeda. Mudah, namun perlu strategi lebih matang dalam menentukan setiap langkah ke depannya. Bukan sekadar bicara “cara aku”, atau “cara kamu”, tapi bagaimana menentukan “cara kita”, agar setiap ujian yang dijalani, mampu dilewati dengan bijak dan sukacita.
Dear Single Mom,
Saya percaya bahwa kita sudah terbentur dan terbentuk menjadi sosok tangguh yang memiliki value lebih. Dan saya tetap mendukung siapapun yang memutuskan untuk sendiri menjalani peran ini. Namun jika ada masa dimana seseorang dihadirkan untukmu, maka terimalah dengan sukacita. Kosongkan gelas ego kita, agar mampu menemukan pola terbaik dalam membina hubungan. Suka atau tidak, boleh jadi kaum lelaki memang tetap perlu “diberi makan egonya”, selama itu mampu dan selaras dengan kesanggupan kita.
Saya menyadari, seperti apapun sosok yang hadir dalam kehidupan saya kini, akan tak selalu sempurna di mata saya, begitupun diri saya di matanya. Maka, boleh jadi tugas kita adalah menerima dengan sadar setiap hal-hal yang datang. Jika itu datang berupa kebaikan, ya alhamdulillah. Jika itu datang dalam keburukan, kita juga patut bersyukur, bahwa sekolah kita semakin matang, dengan kurikulum yang lebih terakreditasi.
Tips Relationship For Single Mom (dari pengalaman seorang Mira)
- Menerima dengan sadar, bahwa kini ada seseorang yang dihadirkan dalam keseharian kita
- Mulai mengukur ritme langkah, dalam upaya penjajakan menemukan segala perbedaan
- Mulai mengolah ego diri sebagai seorang super women, agar menghindari dominasi pada pasangan
- Mulai mengelola mindset dari “gue bisa kok lakukan banyak hal sendirian”, menjadi -> “Oh, kayanya aku perlu diskusi deh sama pasanganku”, dalam upaya menemukan pola komunikasi yang pas
- “Sudah tua, nggak usah bucin-bucinan deh.” Faktanya, perasaan/ emosional itu adalah pemberian Sang Ilahi. Jadi, boleh kok, menikmati bucin sesuai versi masing-masing. Makin tua kalau makin bucin, nggak salah juga. Itu adalah anugerah yang patut disyukuri.
- Karena sudah pernah gagal dalam pernikahan pertama (jika yang bercerai), maka pandai-pandailah mengelola ekspektasi pada pasangan, bahwa ia dihadirkan dalam rangka untuk menjadi partner hidup dalam upaya saling melengkapi, bukan untuk jadi penjamin kebahagiaan diri kita.
- Bicarakan finansial secara terbuka, apa saja pos pasangan yang perlu dikeluarkan. Apakah ia punya anak dari pernikahan terdahulunya? Maka terimalah bahwa ada pos/ kewajiban ia dalam memenuhi kebutuhan anak kandungnya. Termasuk bicarakan pos bagian kita dari penghasilannya.
- Buat komitmen bersama, untuk beberapa hal yang dianggap akan krusial dalam hubungan. Jadi, jika terjadi begini, maka yang perlu dilakukan adalah seperti ini. Case per case bisa dibahas bisa saat present moment kejadian, atau setelahnya untuk sama-sama direview.
- Buat target dalam hubungan untuk menentukan komitmen bersama menuju ke jenjang pernikahan
- Untuk perempuan : “Ngomong, jangan dipendam!” Laki-laki bukan cenayang yang bisa ujug-ujug tau maunya kita. Begitupun untuk laki-laki, dengerin kalau pasangannya lagi pengin didenger, pahami siklus periode perempuan supaya nggak jadi konflik berkepanjangan. Kalau perempuan sudah marah-marah nggak jelas, biasanya alasannya cuma 2 : Kangen, atau ya lagi masuk masa periode, hahahah.
Boleh jadi, ada banyak masukan atau tips dari teman lainnya yang pernah melewai masa sebaga seorang Single Mom, silakan ya untuk menambahkan. Semoga saja, pengalaman yang saya bagikan ini bisa membantu para Single Mom dalam berproses menjajaki hubungan baru dengan seseorang. Tidak perlu takut untuk memulai kembali, karena saya percaya setiap dari kita akan tetap diberi takdir terbaik oleh Sang Maha Kuasa. “Kita hanya perlu yakin, maka semua akan baik-baik saja.” Inshaallah, aamiin.
hai says
Selamat teh Mira Sahid, dipertemukan kembali pasangannya. Semoga menjadi keluarga sakinah mawadah wa rahmah.