Ada sebuah ruangan, di mana segala aksara terurai penuh rasa, dan kalimat-kalimat terungkap penuh khidmat. Sebuah ruangan yang kadang sulit tersentuh, karena ia bisa begitu rapuh, atau juga luluh.
Hey, lihat aku! Yang masih duduk di sini, mencari-cari setiap bait yang ingin kusampaikan namun kerap kutampik. Tidakkah kau lihat banyaknya surat-surat yang tak sampai dengan berbagai pernik? Sampai kapan, dan berapa banyak lagi waktu yang tersisa untukku?
Katamu, semua hanyalah perkara waktu. Kau atau aku yang akan pergi lebih dulu. Nyatanya, sejenak atau berlama-lama di ruangan ini tetaplah sama bagiku. Tetap sama dengan segala doa dan harap yang kerap kulangitkan tanpa ragu.
Di sini, di sebuah sudut tempat bermuaranya segala rasa. Diantara lelah dan cemas yang tak biasa. Aku menahan dan bertahan. Untuk sebuah nyawa yang kusebut, “hati.”