Merasa nggak, bahwa perputaran waktu saat ini terasa semakin cepat. Baru bangun tidur pagi, tiba-tiba sudah harus bangun pagi lagi. Sore, lalu ketemu sore lagi. Begitu setiap harinya. Bahkan, kerap kali kita merasa bahwa apa yang kita kerjakan sepertinya tidak berkesudahan. Kerjaan menumpuk setiap harinya. Yup, thats life. Sebuah perjalanan sekian waktu, yang membawa kita pada berbagai situasi, berbagai masalah, berbagai hal yang tak pernah habis, sampai kematian menjemput kita, dan kita selesai dengan urusan dunia kita. Setelah itu apa? Apa urusan kita sebagai manusia dan Sang Pencipta selesai juga? Bagian ini saya yakin teman-teman sudah tau betul jawabannya.
Pagi ini, seorang teman mengingatkan saya tentang sebuah proses perjalanan kehidupan. Manusia dengan segala maunya, bisa dipastikan akan selalu membenarkan apa yang ingin dicapainya. Hal tersebut bisa berupa cinta atau kasih sayang, pengakuan, harta, sebuah kondisi yang membuat nyaman, atau bahkan hal-hal yang sudah jelas tergambar salah pun, kita masih saja selalu merasa benar dengan persepsi kita sendiri. Yang penting “mau” nya kita tercapai. Pertanyannya adalah, apakah setiap mau kita selalu berdampak baik bagi orang lain atau orang di sekitar kita? Ini sebenernya yang harus dipelajari terus menerus, termasuk diri saya sendiri.
Saya yakin, setiap dari diri kita selalu membenarkan apa yang menurut kita baik. Apalagi bicara soal niat baik, tanpa mencoba menelaahnya lagi, kita yakin bahwa niat baik kita akan diterima dengan baik oleh orang lain. Lah, namanya juga niat baik, masa iya hasilnya buruk. Tapi… di sinilah justru letak sebuah proses berjalan. Enggak selamanya niat baik kita itu bisa diterima dengan baik oleh orang lain, siapapun itu. Apalagi kalau energi dan kondisi sedang tidak nyaman. Boro-boro menyamakan persepsi, yang ada malah menuai konflik. Hasilnya, kesal, mangkel, bete, galau dan mewek. Manusia!
Terus, ketika sebuah konflik terjadi pun, sadar nggak sebagian banyak dari kita juga justru malah lebih konsen pada “Why”. Kenapa begitu sih, kenapa sampai gitu, dan kenapa-kenapa lainnya. Saya nggak mau munafik, saya juga masih seperti itu. Saya masih suka merasa penasaran aja dengan alasan-alasan yang menjadi penyebabnya. Hasilnya supaya apa? Puas aja kalau dapat jawaban penyebabnya, biar bisa mencounter dengan ke “sok tau” an diri sendiri, atau parahnya lagi, bisa ngomel-ngomel deh. Terus, Syaitonirrojiim semakin suka dan ketawa lepas lihat gue marah-marah dan emosi kaya wajah mereka. Astagfirullah hal adziim. Manusia! Eh tapi, ya karena kita manusia. Sejatinya gunakanlah akal, pikiran, dan rasa untuk meneleaahnya lagi. Bener apa iya? *maksa
Boleh banget kok, pada saat tertentu kita merasa kesal, marah, bete, galau, atau memutuskan bahwa “Gue bakalan begini dan begitu”. Tujuannya supaya orang lain tuh paham kalau kita tidak terima dengan keadaan yang tidak kita kehendaki. Atau kalau boleh berekspresi dikit sambi lebay… “Please, ngertiin gue dong saat ini, gue tuh lagi butuh kasih sayang dukungan dari kalian.” Hehehe. Buntutnya, setiap orang selalu ingin dimengerti. Ya kan? Apalagi saya, *Karena wanita ingin di mengerti (kata Ada band) *maksa lagi, hihihi.
Bicara soal keinginan ini dan itu, saya sendiri coba menarik benang merah dari setiap kejadian yang menimpa saya. Khususnya dari masalah-masalah yang rasanya bikin saya merasa orang paling susah di dunia ini. Saya kerap kali menghabiskan waktu untuk saat ini saja dengan semua mau saya. Padahal, nggak jaminan bahwa ke depannya apakah saya masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri atau enggak. Itu artinya, siapa yang bisa mengukur seberapa lama lagi sisa waktu kita di dunia ini? Lalu, sampai kapan kita merasa yang paling benar dengan semua yang hanya sementara di dunia ini. Sebegitu beratkah mengakui kesalahan, kelemahan diri sendiri, merendah sedikit pada segala kekurangan kita, padahal bisa saja besok atau lusa ajal semakin dekat pada kita. Hmm, naudzubillah hi mindzalik, saya kok merinding sendiri membayangkannya ya. *Edisi sok bijak nih.
Yang perlu diingat adalah, bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Susah, senang, bahagia, sedih, kecewa, menderita, gembira, dan hal lainnya. Sayangnya, kadang kita terpengaruh oleh pikiran kita sendiri. Sehingga, apa yang sebenarnya sudah ada jawabannya, kita malah terus mengolah masalah menjadi bahan yang nggak pernah tuntas. Kalaupun tuntas, pasti ada pihak lain yang enggak terima. Hasilnya? Putuslah tali silaturahim yang sudah terjalin dengan baik. Jika sudah begitu, apa kita yakin bahwa diri kita akan bisa menemukan sisa waktu untuk melakukan perubahan dan menjadi lebih baik? Kalau enggak sekarang, apa kita masih punya besok? *langsung ambil kaca. Semoga kita selalu bisa menjadi manusia yang menyadari setiap titik lemah kita, agar terhindar dari sifat Bathar.
Membaca sisa waktu, menemukan diri yang penuh kekurangan, kelalaian. Maafkanlah kami Ya Allah, Engkaulah yg memaafkan kesalahan – Opick
#ThankYouILearn #SebuahRenungan
Ratna says
Yang saya pelajari kemudian sekolah kehidupan adalah; setiap kejadian pasti ada hikmah dan maksudnya. Keterbatasan pikir manusialah yang membuatnya tidak cepat memahami.
RedCarra says
Merefleksi diri itu suatu keharusan sebenernya ya, Mak. Cuma kadang kita pun beralasan terlalu sibuk untuk itu. Padahal kalau mau, tiap mau tidur kita bisa menyisihkan waktu barang lima meniiiiit aja udah bisa 🙂
TFS, thanks sudah diingatkan.
Apa kabar, Mak? 🙂 *peluk*
Mak irul says
Setuju sama GKR Carra 🙂
Mangs Aduls says
tiada yang sesempurna niat…..
Emakmbolang says
Tak kira hanya aku saja yang merasa “paling’ susah di dunia. Ternyata semua orang juga merasakan hal yang sama. Karena kita fokus Pada masalah. Bukan pemecahannya atau jalan keluarnya. Setuju banget sama kuota ini “Yang perlu diingat adalah, bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Susah, senang, bahagia, sedih, kecewa, menderita, gembira, dan hal lainnya. Sayangnya, kadang kita terpengaruh oleh pikiran kita sendiri. Sehingga, apa yang sebenarnya sudah ada jawabannya, kita malah terus mengolah masalah menjadi bahan yang nggak pernah tuntas.” Terima Kasih telah mengingatkan kita semua. Very very very Nice Share 🙂
Sumarti Saelan says
Pas baca ini aq lagi sambil dengerin lagu Opick nisk, tapi yang judulnya “di bawah langit Mu”
*loh…apa hubungannya? :v
Salman Faris says
Makasih Mba Mira udah ngingetin saya lagi, tentang sebuah kemauan yang harus selaras dengan kemauan sekitar dan Tuhan tentunya ;D
Liswanti says
Sebuah renungan yang mengingatkan saya juga neh mak. terima kasih mak.
Tian Lustiana says
Sebuah renungan yang jleb banget makpon. Tfs ya makpon
Echaimutenan says
Kadang aku sering gitu mbak…..
Jadi merasa org paling susah sedunia…
Pas diem lagi…ternyata masih banyak cinta :”) aku aja yg kurang bersyukur :”(
Tapi aku g bisa nyembunyiin diam dalam sedih…kadang nggak pengen keluar tapi keluar juga hikz…
Kudu perlu banyak diasah tentang itu….
Saat kita susah banyak yg lebih nggak beruntung drpd kita biar bersyukur…
Makanya ilmu berdamai dan cinta diri sendiriku masih kurang….perlu semedi lebih lama lagi keknya…hehehhe
*pengennya nulis lebih panjang lagi…tapi ntar jadi satu postingan blog ini wkwkwk
Anyway… Lopyu mbak e
Rahmi says
Betul makpon waktu serasa begitu cepat berlalu, kadang di penghujung hari ada penyesalan mengapa tak memanfaatkan waktu yang ada semaksimal mungkin 🙂 #ThankYouILearn
desi says
manusia itu sifatnya agak kurang sabar memang ya mak 🙂
uwien budi says
Thank You I Learn :))
ayu says
Same here, mak Mira, aku jg masih usahaa terus biar bisa jd lebih baik lagi. Wish us much luck 🙂
Emak Gaoel says
Thank you, mak. I learned. 😉
Maya Imawati says
Seneng banget aku bacanya mbak. Ngena banget…
cumilebay.com says
Segala sesuatu yg terjadi dengan hidup kita mmg campur tangan Tuhan, tinggal bagaimana kita bersyukur dan mengambil hikmah.
Cuman kadang kita nya ngak sabaran dan menyalahkan 🙁
islam di dadaku says
Assalamu alaikum “Wahai anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah kumpulan hari, setiap satu hari berlalu maka sebagian dari diri kalian pun ikut pergi.”
Semoga kita sellau sibuk hanya untuk kebaikan bukan dalah hal keburukan
Lianny Hendrawati says
Makasih makpon sudah mengingatkan lewat postingan ini. Sisa waktu di dunia ini, hanya Tuhan yang tahu. Mestinya kita tidak boleh sibuk dengan pertanyaan mengapa mengapa dan mengapa saja, melainkan harus bersyukur, bersyukur dan bersyukur dalam keadaan apapun.
Thank You I Learn
dWi says
” Enggak selamanya niat baik kita itu bisa diterima dengan baik oleh orang lain, siapapun itu” setujuuu, dalamnya hati manusia siapa siiih yang tauuuuu 🙂
Coretan Tentang Kesehatan says
Sisa waktu yang kita punya harus digunakan dengan hal-hal yang bermanfaat, karena waktu itu adalah uang, dan sebuah waktu itu gak bisa diputar kembali.
Indah nuria savitri says
Kalau bicara soal sisa waktu, saya juga kadang juga suka takut makpon…terima kasih banyak sudah diingatkan yaaaa
harga sepeda polygon says
ternyata emang bener..setiap kehidupan pasti semua ada maknanya..
jadi kita akan belajar arti sebuah kehidupan.. T_T
Sabisaku.com says
Membaca postingan tentang merenungi waktu yang mbk tulis tentu cukup menarik perhatian. Seketika membuat saya termenung dan kembali melihat kebelakang dan memikirkan segala hal yang pernah terjadi. Memang, waktu berlalu sangat cepat dan entah kenapa saya jadi merasa banyak sekali hal yang belum bisa saya nikmati dengan baik. Mungkin karena kita sekarang selalu merasa terburu-buru. Perhaps, we need some times to slow down, looking back, and enjoy everything.
narta says
belajar untuk hidup yang lebh berarti akan mengetahui makna kehidupan 🙂