Menjelang malam, saat tubuh mulai meminta haknya, rutinitas yang biasa dilakukan oleh si kecil adalah membaca Al-qur’an, karena ini memang bagian dari tugas harian sekolahnya. Setelahnya si kecil harus meminta tanda tangan mamanya sebagai laporan bahwa dia telah menjalankan tugas sekolah.
Mendengarnya melantunkan ayat suci Al-qur’an setelah Isya, buat saya adalah sebuah ketenangan yang luarbiasa. Jika ada satu malam terlewat, rasanya rindu sekali telinga ini ingin mendengarnya. Alhamdulillah, sampai hari ini, si kecil masih istiqomah menjalankan bacaan Qur’an-nya setiap hari.
Dan ba’da Isya tadi, setelah menyelesaikan tugasnya, tiba-tiba si kecil menangis dengan suara lantang. Hmm, bukan sekali dua kali sih, tiba-tiba anak ini menangis, dan sebabnya bisa beraneka macam. Hal yang saya lakukan jika ia masuk dalam kondisi seperti ini adalah, pertama memeluknya, sambil mengelus-elus kepala hingga ke punggungnya, sampai ia merasa tenang. Setelah ia merasa tenang dan nyaman, barulah saya bertanya kepadanya, kenapa gerangan ia menangis.
“Kamu kenapa, nak?” sambil tetap saya elus-elus kepalanya dalam pelukan.
Butuh beberapa kali bertanya untuk saya, sampai ia betul-betul ingin menjawabnya. Kemudian ia pun mulai membuka suaranya.
“Tadi… pas mau selesai baca al-qur’an, aku sedih. Tiba-tiba pengen nangis.” Begitu katanya, sambal terisak.
“Memangnya, kenapa kamu sampai ingin menangis?”
“Iya, soalnya aku ngebayangin suara ngaji itu sambal naik haji.”
Jleb! Tiba-tiba bibir saya kelu, saya menelan ludah, dan mulai merasa sesak. Tanda-tanda mulai haru biasanya sih. Tapi saya coba bertahan.
“Kamu pengen ke tanah suci ya, nak?” masih dengan ekspresi kalem.
“Iya, aku kangen Mekkah, Ma. Pengen denger suara adzan di sana”
Ok, kali ini saya mulai ngembeng. Masha Allah, anakku. Sungguh kali ini kamu menampar momamu ini sedemikian keras.
Setelah beberapa kali menarik napas, saya pun berkata kepada si kecil,
“Nak, makasih ya kamu sudah cerita tentang mimpi dan harapanmu untuk bisa ke tanah suci. Tidak ada yang tidak mungkin selama Allah menghendaki. Minta sama Allah dalam setiap doa kamu, dalam setiap sholat kamu, ya. Moma juga akan mendoakan yang sama untuk kita.”
Kembali menghela napas, si kecil pun tuntas dengan air matanya, hingga tak berselang lama, ia tertidur.
Kali ini, saya betul-betul tertegun, malu pada diri sendiri. Sungguh kadang Allah menampar saya dengan cara yang halus dan indah. Dihadirkannya mimpi dan harapan dari seorang anak, agar saya belajar dan memaknai apa yang disampaikannya. Saya sadar, ini bukan sekedar kemauan dari seorang anak kecil yang rindu Mekkah, namun juga caraNYA dalam mengingatkan saya untuk benar-benar memperbaiki diri, dan terus bermuhasabah. Lillahi ta’ala.
Terima kasih, nak. Karenamu, Moma belajar.
Terima kasih untuk teman-teman yang berkenan mendoakan juga, semoga Allah mengabulkan. Aamiin
20 Februari 2018 | 21.05
damarojat says
Masya Alloh. aaamiiin. semogs terlaksana mimpimu, Nak.
Mildaini says
iya Mba, saya juga kadang belajar dari anak-anak di rumah, kepolosan dan impian mereka kadang ga saya duga
Keluarganawra says
ebtah kenapa , anak2 itu kalo diceritain soal mekkah atau cerita nabi, selalu suka. itu sih anak2 saya
Dewi Nadzifah says
MasyaAllah… senangnya memiliki anak yang seperti itu mbak..
moga di ijabah deh biar keturutan ke mekkah..
Mira Sahid says
Aamiin, Makasih mak
Rina says
Anak yang hebat…alangkah bahagia seorang ibu yang memiliki anak dengan mimpi seperti itu. Semoga tercapai mimpimu, Nak
anis says
amin semoga terwujud
ariaeco says
Amin,, semoga moma dan kedua putra-putrinya bisa segera ke Tanah Suci Mekkah,,
semoga kita dimudahkan jalan menuju ke Rumah ALLAH :-*
Nuvaderma says
Amiin semoga terlaksana bisa ke mekkah ya
Dedeh Sri Ulfah says
Masya Allah… Semoga makin saleh & cita-cita nya tercapai…