Cuaca saat ini sedang galau. Sehari bisa hujan seharian atau panas terik yang menyengat. Saat hujan turun, meski dengan resiko harus terkena basahan atau cipratan hujan, tentunya masih lebih menyegarkan dibanding cuaca yang terik menyengat. Aargh… bisa dibayangkan, jangankan untuk mengunjungi kota Jakarta, mau keluar rumah saja, kebanyakan mikir dan males karena panasnya.
Begitulah cuaca saat ini, tidak menentu dan masih sulit diprediksi dengan pasti. Makanya, ketika ada seseorang atau ada ajakan pertemuan yang mengharuskan saya pergi ke pusat Jakarta, jujur saja saya selalu mencoba menyesuaikan dengan kondisi saya. Apakah saya cukup kuat iman pergi ke Jakarta? Hihihi. Secara, saya harus bergelut dengan panasnya udara, berebut bis, ojek atau taksi, bahkan harus rela menghisap polusi yang sepertinya sudah tertanam “plek” di Jakarta. Ya, begitulah, Jakarta kota polusi! *Siap-siap dikeplak
Dalam kasus ini, saya atau semua masyarakat yang berkegiatan di pusat Jakarta nampaknya harus berbesar hati dengan kondisi Jakarta saat ini. Selain polusi, rasanya macet pun sudah tak bisa lagi dikeluhkan, ditambah lagi semakin banyaknya kendaraan, baik beroda dua maupun beroda empat yang saling berdesakan. Akibatnya apa kalau sudah begitu? Emosi naik, bo! Kesenggol dikit aja pengin bacok, hahaha. *Ups, engga boleh gitu, ya, bercanda. Tapi, saya juga sebenarnya lebih bisa memahami bahwa pemerintah pun terus melakukan upaya dalam membereskan satu-persatu masalah yang ada, terutama di Jakarta ini. Namun tentu saja, dalam hal ini diperlukan juga peran serta masyarakat untuk sama-sama mendukung solusi yang tepat, atau minimal nyaman untuk semua, deh. Caranya gimana, Mir?
Well, seperti yang saya keluhkan tadi. Ketika saya harus berangkat ke pusat Jakarta, saya akan bergelut dengan keruwetan yang menunggu, salah satunya polusi. Nah, menurut hemat saya (taelah), polusi di Jakarta bisa saja lebih diminimalisasikan. Yaitu, dengan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Tapi, tau sendiri kan, karakter orang Indonesia (atau di Jakarta) yang rata-rata, “mending gue rela capek deh asal bawa mobil sendiri”. Entah rela capek atau memang penempatan gaya hidup yang terbiasa dengan kendaraan pribadi, entahlah. So, apakah mungkin dengan pengurangan kendaraan pribadi? Enggak! Buktinya, malah akan dikeluarkan mobil murah yang bisa dibeli dengan harga lebih miring. Otomatis! Penambahan kendaraan engga bisa dihindari. Terus, gimana dong?
Sekitar tahun 2007, pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan keputusan mengenai penerapan BBG untuk angkutan umum dan kendaraan pemerintah daerah. BBG di sini bukan Blackberry Group, ya. BBG di sini adalah Bahan Bakar Gas. Dimana gas bumi sendiri adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.
Kalau Bahan Bakar Gas (BBG) adalah gas bumi yang telah dimurnikan dan aman, bersih, andal, terjangkau. BBG digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Komposisi BBG sebagian besar terdiri dari gas metana dan etana kurang lebih 90% dan selebihnya adalah gas propana, butana, nitrogen dan karbondioksida. BBG lebih ringan dari udara dengan berat jenis sekitar 0,6036 dan mempunya nilai oktan 120 (Sumber)
Dan ternyata, saya juga baru tahu kalau BBG yang diluncurkan ini bukan hasil dari Pertamina, melainkan dari PGN (Perusahaan Gas Negara).
Selain di Jakarta, PGN juga beroperasi di Jawa Barat (Bekasi, Karawang, Bogor, Banten, Cirebon), Jawa Timur (Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan), dan di Pulau Sumatera (Medan, Pekanbaru, Batam, Lampung, Palembang). Dan engga Cuma di kawasan rumahan, PGN juga masuk ke berbagai sektor komersil dan industri. Mall, hotel, gedung perkantoran, dan rumah sakit banyak menjadi pelanggan PGN sejak lama. Industri makanan, kimia, keramik, kertas, tekstil, kertas, dan sebagainya juga memakai pasokan gas bumi dari PGN.
Terus?
Jadi gini, selama ini kan, sebagian banyak dari kita masih pakai BBM (bukan Blackberry Messenger), tepatnya Bahan Bakar Minyak alias bensin yang sering kita temui di pom bensin. Sayangnya, dengan pemakaian BBM selama ini, apalagi dalam kendaraan, yang namanya polusi semakin memperparah keadaan. Dari sumber yang saya baca, konsumsi BBM bersubsidi (premium dan solar) oleh kendaraan bermotor di Jakarta saat ini mencapai 9 juta liter per hari. Setiap 1 liter bensin yang digunakan akan melepaskan gas karbon dioksida seberat 3 kg ke udara. Hiii, bisa dibayangkan ada berapa juta kilogram gas karbon dioksida yang terlepas di udara Jakarta setiap harinya, dan kita hirup setiap detiknya. Belum lagi partikel berbahaya seperti timbal dan sulfur (yang juga terkandung dalam bensin) yang ikut-ikutan terlepas di udara di saat yang sama. Aaak, mesti nih, harus lebih persiapkan amunisi kalau pergi-pergi. Semacam pakai masker bisa kali yak. *Kaya ninja atau Spiderman lalu pasang tampang engga jelas, hahaha.
Memang sih, di Indonesia sendiri sampai saat ini penggunaan BBG masih belum populer, karena sepertinya masyarakat sendiri pun masih belum ngeh atau belum mau beranjak dari kebiasaan lama. Padahal, besar kemungkinan kalau BBG bisa menjadi alternatif pengganti BBM yang paling masuk akal. Ya lah… mau terbebas dari polusi, minimal kita kurangi dulu akar penyebab polusi tersebut. Caranya? Ikutan nyoba konversikan pengunaan BBM ke BBG dalam kendaraan. Memang bisa? Sudah dilakukan tuh sama bus Trans Jakarta serta bajaj-bajaj di Jakarta yang berwarna biru. Hasilnya, bajaj biru lebih minim asap dibandingkan bajaj orange dengan kepulan asap yang cetar membahana.
Selain itu, penggunaan BBG bisa jadi memberikan keuntungan seperti :
- Hemat : karena harganya lebih terjangkau dari BBM
- Aman : ini pastinya dari segi tabung dan konverter juga sudah mempunyai standar keselamatan internasional
- Nyaman : Isinya gampang, dan konverter kit nya bisa dipindahkan ke kendaraan lain dengan cara yang sesuai prosedurnya. Fungsi tangkinya juga kan, menyesuaikan kendaraan.
- Ramah lingkungan : ini yang penting. Gas yang terbuang lebih bersih dibanding BBM.
Hmmm, engga ada salahnya ya, kalau konversi tersebut dilakukan?! Well, Ini efek dari hasil baca-baca soal macet di Jakarta, merembet ke polusi, alhasil, saya malah pengin berbagi pikiran juga nih sama teman-teman soal ini. BBM atau BBG?
Semoga saja deh, jika BBG ini baik dan masyakarat Indonesia bersedia menggunakan Bahan Bakar Gas, akan menekan tingkat polusi di Jakarta. Jadi ke depannya, bukan lagi “Jakarta Kota Polusi”, tapi jadi “Jakarta Kota Gas.” Eh ciyus? Kalau engga dicoba, mana bisa tau hasilnya. Cmiiw 😀
Indah Juli says
Kalau solar bagus nggak ya, secara ada mobil yang pakai solar kan.
Lidya says
aku udah terlalu menikmati dirumah myr, kadang males juga kalau harus ke Jakarta. Panas sih gak masalah yang agak repot kalau hujan
Mira Sahid says
Aku juga dah jarang sih ke Jakarta, mak. Cuma ya prihatin aja, secara poluis ada dimana2 🙂
obat pelangsing herbal,cepat,aman,ampuh says
biasanya awal2 saja murah,kalau dah lama makinj naik dan langka
Liza says
kayaknya ngga hanya gas ya mak, panas bumi juga bisa menjadi sumber energi baru untuk meminimalisir panggunaan BBM bahkan menggantikannnya sama sekali
Mira Sahid says
Benar, mak. Tapi dalam rangka konversi ke BBG, ya masuk akal juga kalau pemerintah terus mencobanya ya. Makasih mak
ulfahshop says
ulasannya menarik sekali mbak….apalagi klo buat emak-emak sebagai menteri keuangan keluarga, harga dan tingkat keamanan itu penting banget….
Zakia says
Makasih sharingnya mak.
Mencerahkan banget tulisannya 🙂
Perlu diterusin tulisannya ke part 2 sepertinya, ttg cara konversi ke bbg ^_^
*serius
Btw, ini juga salah satu hal (dari sekian banyak hal) yg membuat kami pindah ke daerah, padahal rumah masih di jakarta (tangsel).
Btw ada yg mau ngontrak rumah saya gak ya? Baru kosong dari pengontrak sebelumnya #ehmalahngiklan 😀
Mira Sahid says
Ahahaha, Insya Allah mak. Ntar aku cari-cari sumbr yang pas dulu ya 🙂
Fenny Ferawati says
Kalau pakai BBG butuh berapa kg gas ya buat trayek bogor jakarta? 😀
Mira Sahid says
Hihih, kalau sudah konversi, mungkin jatuhnya akan lebih murah dibanding BBM mak
Idah Ceris says
Pernah baca di berita juga tentang BBG. Kalau memang itu berdampak positif, saya dukung dan lanjutkan. 🙂
Mira Sahid says
Iyes, eke juga baru tau, dan siap dukung kalau bisa meminimalisasi subsidi dan harganya lebih murah, mak. Makasih ya
pelangsing badan cepat says
kalau saya pilh yang murah saja
dihas says
gas juga sekarang mahal lhoo……
gak ada yg murah deh kayaknya sumber daya energi…
memiskinkan secara struktural ni kayaknya….
pelangsing biolo says
Mau BBM atau BBG pada akhirnya kita sebagai rakyat mau gak mau mesti ngikut apa yang jadi program pemerintah. Secara pribadi sih gak ada masalah BBM mau dikonversi dengan BBG, hanya saja tolong diperhatikan juga sisi daya beli masyarakat, ketersediaan dan keamanan produknya sehingga jangan sampai rakyat dipaksa ngikut program tapi programnya sendiri masih berjalan setengah hati.
#ehkomennyakepanjangan 😉
Berita Terkini Hari Ini Sindonews says
Semoga saja hadirnya BBG ini bisa mengurangi polusi, dan akan lebih baik lagi kalau kemacetan di Jakarta bisa berkurang dengan banyaknya warga yang lebih memilih menggunakan transportasi umum