Rasanya, baru kemarin saya menulis di blog. Ternyata kalau melihat tanggalan, sudah sejak Desember 2021 lalu terakhir kalinya tulisan terbaru muncul di blog ini. “Apakabar tahun baru 2022?”
Saya coba inga-ingat, apa aja yang saya temui di Januari 2022. Ah ya, ternyata semua kemudahan, nikmat sehat, dan berbagai kelancaran pekerjaan menemani hari-hari di Januari kemarin. Mulai dari konsistennya saya berolahraga lari, hingga bisa mengikuti challenge di 7 dan 10K, lalu kemudahan melaksanakan pencapaian 1 Dekade komunitas tercinta, Kumpulan Emak Blogger. Mm, apalagi ya? Seingat saya, Alhamdulillah semua berjalan menyenangkan. Oh iya, termasuk kabar membahagiakan dari salah satu sahabat saya, yang ternyata diamanahi hamil anak kelima. Mashaallah, Alhamdulillah.
Januari, bulan pertama di tahun 2022 ini telah membuka jalan-jalan baik bagi saya, dan orang-orang di sekitar saya. Tetapi, apakah sama di Februari ini. Well, kita semua menyadari, segala sesuatunya bisa berubah. Iya, kan? Bahagia bisa berubah menjadi airmata, atau sebaliknya. Dan Februari ini, yang banyak orang merayakannya adalah sebagai bulan cinta, adalah proses yang cukup menguras hati, baik untuk saya pribadi, ataupun beberapa orang di sekitar saya. Kisah yang paling nyata adalah, ketika akhirnya saya kebagian juga virus covid ini. Alhamdulillah ini memasuki hari ke-10 isoman di rumah, bergejala seperti varian delta. Jadi, meski katanya sekarang banyaknya omicron, wallohualam, ketika dinyatakan positif, saya lakukan apa yang semestinya dilakukan. Alhamdulillahnya lagi, Zahran yang memang kebetulan tinggal dengan saya, negatif hasilnya.
Ridho atas ketetapanNya dengan Covid ini, tak ayal membuat saya sedikit bersedih juga sih, karena si sulung yang tinggal bersama Ayahnya juga dinyatakan positif Covid di waktu yang bersamaan. Ini adalah kedua kalinya anakku yang pertama, terkena covid. Tapi menurut kabarnya, Alhamdulillah gejalanya tidak separah covid pertama. Dan saat ini sedang menjalani isoman di wisma atlet bersama ayahnya. Kesedihan seorang ibu ini tidak bisa saya hindari, membayangkan anak sakit tanpa bisa menemaninya, seolah menyayat luka di hati sedikit demi sedikit. Tapi Inshallah, saya percaya Allah menjaganya. Kita bisa sembuh sama-sama ya, Nak.
Ok, cerita tentang Februari memang mengejutkan. Ada kabar baik di awal Februari ketika saya berproses mengupgrade diri dengan mengikuti sertifikasi Training of Trainer BNSP. Saat ini sedang menunggu hasiln, semoga saja saya lulus. Sehingga, untuk saya pribadi, bisa merasakan manfaatnya ke depan lebih profesional lagi di dunia trainer, atau public speaker. Dan pada tanggal 8 Februari 2022, ketika hari kelima saya merasakan gejala covid, pagi itu sebuah telepon dari salah satu sahabat, bahwa suami dari sahabat kami (eggy), yang di awal tulisan ini saya ceritakan sedang hamil anak kelima, kehilangan suaminya secara mendadak. Bagai terbentur dinding yang sangat keras, kepala saya terasa berat sekali. Saya hanya mendengar suara sahabat saya (Aya) menangis di ujung telepon, seraya mengumpulkan kekuatan untuk bangkit dari tempat tidur, bergegas mandi dan langsung meluncur ke rumah Eggy.
Innalillahi wainnailaihi rojiuun. Tiba di rumah sahabatku, pemandangan itu nyata. Suami sahabatku telah tertutup kain, tak berdaya. Sementara saat aku dan kedua sahabatku tiba (Aya dan Farah), kami saling berpelukan, berempat, menangis bersama. Karena kesdihan Eggy, kehilangannya, adalah kesedihan yang kami rasakan juga. “Ya Allah…, mengapa?” Jika ingin diuraikan aneka pertanyaan, banyak banget. Namun saya memaknai, qadarullah, semua sudah jadi kehendak Allah atas takdir sahabat dan Almarhum suaminya ini.
Saya abaikan rasa bagian-bagian tubuh yang memang sepertinya itu sudah terindikasi covid, hanya saja saya belum tes secara resmi. Intinya, hari itu saya fokus menemani Eggy, untuk menguatkannya, untuk bersama-sama dengan sahabat lainnya menemani hari yang paling berat dalam hidupnya itu. Fyi, Eggy adalah salah satu sahabat yang paling bungsu diantara persahabatan saya, Aya dan Farah. Yang selalu ceria, yang selalu menghibur kami, yang kadang lebih dewasa dalam menyikapi sebuah persoalan. Membayangkannya kini berjuang dengan 3 anak dan 1 anak dalam kandungannya yang berusia 3 bulan, Ya Allah… semoga Engkau memberinya kekuatan Ya Allah.
Kisah kehilangan suaminya Eggy ini, persis sekali dengan kisah kehilangannya Aya pada Alhmarhum suaminya April 2018 lalu kalau tidak salah (kisahnya saya tuliskan di sini). Pergi mendadak di usia yang cukup muda kala itu, 38 tahun. Dan suami Eggy di usia 39 tahun Februari ini. Bukan suatu kebetulan, tetapi kedua sahabatku ini memiliki jalan takdir yang sama atas kematian suami-suaminya. Subhanallah. Kini, Saya, Aya, dan Eggy, sama-sama menjalani peran sebagai ibu tunggal. :”
Teman-teman, entah bermakna apa tulisan yang saya bagikan ini. Namun, kisah Februari ini menjadi kisah yang menguras hati untuk saya dan sahabat-sahabat. Termasuk juga sahabatku yang lain, Irma, yang putranya juga terkena positif Covid. Semua kesedihan seolah bercampur di waktu yang sama. Padahal, Januari begitu menyenangkan dan membahagiakan. Wallohualam, semua tentu ada maksud dan makna yang bisa dipetik dari kisah ini. Entah itu tentang memaknai sebuah kehilangan, atau bagaiamana menjadi pribadi yang terus bertumbuh dan bangkit dengan keyakinan yang dimiliki pada Allah ta’ala, meski kenyataan, pada akhirnya akan tak sesuai dengan yang diharapkan.
“Kita, manusia boleh berencana dengan harapan apapun di dunia ini. Namun kita juga perlu menerima, jika tugas di dunia ini sekadar menjalankan peran yang Allah berikan. Dan peran itu bisa saja terus berubah, berganti, sesuai atau tak sesuai dengan harapan kita.”
Eggy, sahabatku,
Postingan stories-mu sebelum kehilangan suami berisi tentang tema “nggak nyangka.” Dan kini semua yang mengenalmu akan mengatakan itu. Tidak menyangka bahwa Almarhum sebegitu cepat pergi meninggalkanmu. Aku tahu bahwa cintamu begitu besar padanya. Dan kamu pun menyadari, bahwasanya Allah Swt lebih sayang pada Almarhum. Mungkin, akan berat hari-hari ke depanmu, karena terpisah dari belahan jiwa selama-lamanya. it’s oke sayang, kamu boleh bersedih, boleh menangis, boleh merindukannya, take your time, dan yakinlah bahwa Allah akan selalu menjaga dan menolongMu. Karena kamu dalah perempuan yang terpilih olehNya untuk menjalani peran ini ke depannya. Aku, Aya, Farah akan selalu ada untuk setiap waktu yang kamu butuhkan sekadar memberi pelukan dan cinta kasih kami. Semoga Allah meridhoi persahabatan kita, hingga mempertemukan kita kembali di Jannah-Nya. Aamiin.
Teman-teman, sekali lagi, entah bermakna apa tulisan ini bagi kalian. Jika ada tersirat makna, mari sama-sama kita untuk berefleksi, memperbanyak syukur atas apa yang kita miliki saat ini. Kita bisa mendapatkan apapun atas ijinNya, namun kita juga bisa kehilangan apapun atas kehendakNya. Pada akhirnya, kematianlah sebaik-baiknya pengingat untuk kita, untuk jangan lengah menjadi pribadi yang terus lebih baik lagi. Mohon dimaafkan segala kekhilafan yang telah saya lakukan baik disengaja ataupun tidak. Semoga, Allah Swt ridho atas setiap ikhtiar yang kita lakukan di dunia ini, dan menjadi catatan amal yang bisa kita bawa sebagai bekal menuju akhirat nanti. Aamiin.
Yati Rachmat says
Innanil ahi wainailaihi rojiun, a suamgan i Eggy dan suami Aya almarhum mendapat tempattang dinda di sisiNysa.i Aamiin. Ikut ikut prihatin atas Covid 19 yang singgah di tubuh di Sulung. Semoga sekarang si Sulung sudah pulih seperti sediakala. Aa,miin.
Mira Sahid says
Aamiin Yra
Rudi Skay says
Turut berduka cita, semoga “hati yang telah terkuras” itu menjadi semakin kuat. Amiin.
Nilaam says
Sungguh cerita sedih, semoga diberi kekuatan dan ketabahan untuk melewatinya.
Tasya says
Semoga Allah beri ketabahan dan kekuatan bagi keluarga yang ditinggalkan yah, ka. Aamiin.
Mira Sahid says
Aamiin Yra
nie.risman says
ditinggalkan adalah masa-masa yang paling berat mba, masa-masa seketika dunia terasa gelap. semoga apapun yang dihadapi mba eggy menjadikan beliau wanita yang kuat dan tegar.
Mira Sahid says
Aamiin Yra. Terima kasih ya