Pagi tadi, seperti biasa, saya berangkat ke kantor dengan menggunakan bus. Kursi dekat jendela yang menjadi sasaran saya setiap kali berangkat ke kantor, masih memberikan haknya. Alhamdulillah, setidaknya, kalau saya mengantuk, maka jendela satu-satunya tempat saya bersandar. Tidak lama, duduk di sebelah saya seorang anak laki-laki memakai pakaian putih-hitam. Saya perkirakan anak tersebut duduk di bangku SD, perawakannya hitam manis. Dan seketika, saya teringat jagoan kecil yang sedang sekolah. Tapi karena penasaran juga, akhirnya saya bertanya sama anak tersebut.
“Kamu mau ke mana?”
“Ke sekolah,” jawabnya
“lho, memang sekolahnya di mana? Kelas berapa?” tanya saya heran
“di SMP 28 Jakarta Selatan, kelas 1”
“Terus, rumah kamu di mana?” saya makin penasaran
“Di Pedurenan,” jawabnya lagi
“Kamu berangkat sendiri? Enggak diantar?” Antara penasaran dan khawatir kali ini beda tipis, mengingat perjalanan yang harus dia tempuh cukup jauh.
“Biasanya sih, diantar. Cuma tadi Mama katanya mau ada diklat. jawabnya tenang”
“oh…”
Saya mengangguk-anggukkan kepala, dan membiarkan anak tersebut kembali bersandar. Terlihat sekali, nampaknya anak tersebut mengantuk. Dan saat itu pikiran saya pun berkecamuk. Memikirkan, bagaimana bisa anak ini setiap hari melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk mengejar bangku sekolah. Apakah ia enggak capek? Kok dia berani pergi sendirian? Apa orangtuanya enggak khawatir? Iya, saya memikirkan semua kekhawatiran. Entahlah, mungkin enggak setiap hari juga ia pergi sendirian, karena tadi kan jawabnya, Mamanya sedang berhalangan untuk mengantar dia. Saya bisa memaklumi kondisi tersebut, karena hey… seperti artkel saya sebelumnya tentang ibu bekerja, sudah bisa menjawab kan, bahwa kami (para ibu bekerja), atau sang anak harus disiapkan dalam kondisi seperti ini. Tapi… mengingat jarak yang harus ditempuh anak ini, saya ikut-ikutan khawatir.
Sampai di pintu tol komdak, sang anak menepuk saya dengan pelan.
“Tante, komdaknya masih jauh?”
“Oh, ini sudah dekat, nak. Kamu siap-siap turun, ya.”
Sang anak pun bergegas merapat ke arah pintu bus depan untuk memudahkan turun. Dan dari tempat duduk tadi, saya melihat anak itu menjauh perlahan, lalu turun.
Jujur saja, saya merasa salut, khawatir, dan juga turut mendoakan, sempga saja ini anak selalu sehat, dan Allah selalu menjaganya di manapun ia berada. Bagaimana pun, ia masih anak kelas 1 SMP, dan terlihat sekali kepolosannya. Mendadak melow sedikit, mungkin karena saya juga punya anak laki-laki yang masih SD dan SMP. Saya belum bisa membayangkan membiarkan mereka pergi dengan jarak jauh seorang diri, karena lokasi sekolah mereka saat ini pun berdekatan dengan rumah kami.
Iya, dan lagi… mungkin Tuhan sedang mengingatkan saya bahwa saya tidak sendiri. Ada banyak Ibu bekerja di luar sana yang terpaksa melakukan hal ini, melatih dan melepaskan anak untuk belajar mandiri, dan melepaskan mereka menghadapi perjalanan kehidupan, dengan serangkaian prosesnya, meski sejujurnya hati kami (ibu bekerja) menahan tak tega, sedih, dan juga khawatir akut. Tapi hidup memang harus memilih kan. Mungkin saya masih beruntung, karena kedua anak saya bersekolah dengan jarak yang lumayan dekat. Tapi, kerap kali ada saja yang Tuhan perlihatkan hal lain untuk saya, agar saya belajar. Alhamdulillah. Yang pasti tugas saya yang paling utama, adalah mendoakan kedua anak saya dengan sebaik-baiknya, serta memasrahkan segala perlindungan padaNYA. #ThankYouILearn
“Kamu nak, yang tadi sempat duduk di sebelah, tetap semangat ya. Ini perjalanan pertamamu menuju sekolah tanpa pendampingan karena Ibumu sedang berjuang dengan ikhtiar di tempat yang lain. Tetap yakini, bahwa sejuta doa yang beliau panjatkan, menjadi penjagamu. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, dan jadilah sebaik-baiknya pribadi, agar kelak apa yang orangtuamu perjuangkan, tidak sia-sia. Ibumu sangat menyayangimu. Hati-hati ya, nak.”
“You have me. Until every last star in the galaxy die. YOU HAVE ME!” – Amie Kaufman-
cumilebay.com says
Anak nya temen ku rumah nya di sawangan depok dan sekolah di pasar minggu. Kalo berangkat sekolah bareng papa nya kerja tapi kalo pulang sudah bisa naik kereta sendiri.
Gw tanya sama emak nya, kok lw tega ngelepas anak mu sendirian ??? dan jawaban nya bener2 bikin gw OHHHHH
Temen gw bilang “Anak laki harus diajarkan mandiri sejak dini, mau jadi apa anak gw kalo terus2an di antar jemput. Meskipun hati ini ngak tenang tapi setiap jam anak pulang mulut gw ngak pernah berhenti berdoa biar anak gw pulang selamat dan tepat waktu”
Sandra says
Aku ngga kebayang kalau nanti Raya sekolah gimana.. Sekarang aja suka nyuruh2 jangan kerja.. Ah tapi inget jaman dulu pas nyokap kerja & aku berangkat sekolah sendirian naek angkot, malah seneng & ngga masalah… Jadi pemikiran itu tetep bikin aku semangat 😀
Maseko™ (@masekoID) says
Anakku, keduanya perempuan.. Yang besar, kelas 1 SMP.. Belum bisa mandiri soal transportasi umum.. sekalinya nggak dijemput, dia jalan kaki pulang ke rumah :p
Ria Bilqis says
Berbagai rasa cemas pasti ada ya Mak Mir, tapi kalau kepepet, berusaha yakin ada malaikat yang menjaga anak-anak kita. #mewek
Irmasenja says
Hemmmmm…. spechless
Aku termasuk agak protectif urusan ini. Kayanya tugas anter jemput ini akan selesai kalo mereka kuliah atau SMA *_*
Untuk ibu pekerja, salut sama mereka… selain mengurus anak2 mrk jg bekerja di luar. Memiliki tanggung jwb ganda…dan yg terpenting hatinya besar saat berjauhan dan tdk bisa bersama anak2 mrk.
Untukmu mbak… meski tdk bisa mendampingi secara fisik tp doamu selalu menyertai anak2mu 🙂
andre says
klo bagi saya sih,, beri anak kepercayaan, agar ia mandiri dan menjadi orang yang bertanggung jawab. tugas orang tua, memberikan petuah dan berdoa untuk keselamatannya 🙂
Molly says
Betul banget mba Mir, setiap ibu pasti khawatir akan gerak langkah anaknya saat ia ngga bisa mendampingi. Semoga anak-anak dari para ibu bekerja bisa menjadi anak yang tangguh di kemudian hari. Aamiin :).
Maria Soraya says
terbiasa mandiri sedari kecil, bekal untuk menjadi pribadi struggle di masa depan 🙂 insya allah si anak tsb akan ‘kaya’ dengan pengalamannya bersekolah jauh
iffah ipeh says
Kalau aq over protektif bgt mbk sama anak. Bahkan tiap hari tak henti2nya menasehati anak ku kalau ada yg ngajak pipis bareng dikamar mandi jangan mau. Hehe.maklum mb anak laki2 ,jd perlu tiap hari di nasehatin.
Arinta Adiningtyas says
Mak Miraaa..Ya Allah, saya pengen nangis bacanya. Semoga sehat-sehat selalu untuk Mak Mira dan anak-anak, juga untuk anak laki-laki tadi. Katanya, anak dari para working mom itu biasanya tumbuh jadi anak yang sukses, karena terlatih mandiri sejak dini.
Saya bukan working mom, tapi saya salut dengan para working mom.
Andiyani Achmad says
Entah aku mesti komen apa ya mba, ga berani ngebayangin gimana nanti Darell naik angkutan umum sementara bunda nya kerja setiap hari. Cukup jalanin aja, berdoa hehehe… Karena semua pasti ada porsiannya.
Ety Abdoel says
Saya sdh harus membiasakan anak saya naik angkot sendirian. Tidak tiap hari, jika ada les saja.
Awalnya berat, sedih, gak tega, dan panik kalau hujan sementara dia blm pulang.
Tapi, ini demi kemandirian dia, bkn karena tdk sayang. Belajar menghadapi dunia luar tanpa saya.
Doa tak putus saya rapalkan demi keselamatannya.
vani says
Kalau melepas anak karena keadaan yang memaksa insya Allah akan baik2 aja krn Allah akan menjaga Mbak. Yang sedih itu kalau anak dilepas karena orangtua nggak mau merawat padahal bisa, kekecewaannya terbawa terus sampai dewasa (pengalaman pribadi).