Kata siapa hidup itu selalu indah
Kata siapa juga, hidup itu melulu tentang kesedihan
Kata siapa dicintai itu, membahagiakan
Kata siapa juga, mencintai justru lebih menyenangkan.
“Ah, hidup terkadang terlalu banyak retorika.”
Perjalanan menjelajah kehidupan memang tak akan pernah ada yang tahu pastinya. Kita hanya diminta untuk siap, kuat, dikondisikan dalam keadaan apa pun, karena semesta tak pernah melihat siapa yang akan diberikannya ujian.
Ketika seseorang menjadi single parent, saya yakin tidak pernah terlintas dalam benaknya ia akan mengalami status atau kejadian seperti itu. Entah itu karena perpisahan akibat perceraian atau kematian. Terjadi, ya terjadilah. Tentu saja, secara psikis, ini adalah sebuah serangan batin yang tidak diduga sebelumnya. Itulah kenapa, ketika seseorang memilih jalan hidupnya menjadi sebagai seorang single parent karena perceraian, atau pada akhirnya berada dalam status ini, maka sebaiknya mempersiapkan diri secara mental, terkhusus dalam mengelola stres yang bisa saja hadir setiap saat.
Lalu, Bagaimana Cara Mengelola Stres untuk Single Mom?
1. Siapkan support system
Seorang single mom, adalah sosok yang kuat. Ketika pada akhirnya ia berada dalam kondisi ini, dengan segala carut marutnya, ia akan mampu bertahan dua kali lipat jauh lebih kuat. Tetapi, harus disadari bahwa ia juga tidak bisa hidup sendirian, tanpa bantuan orang lain.
It’s ok kalau pada akhirnya merasa kewalahan dan butuh bantuan. Karena itu, untuk mengelola stres, yang pertama kali harus dilakukan adalah memastikan adanya support system.
Coba deh, kumpulkan siapa saja yang sekiranya bisa membantu kita dalam keseharian, seperti kakek dan neneknya anak-anak, saudara barangkali, atau tetangga.
Selain support system untuk keseharian, para single mom juga butuh dukungan dari orang-orang yang punya pengalaman yang sama. salah satu langkahnya, bisa bergabung dengan komunitas-komunitas yang sesuai. Bisa saling sharing pengalaman, yang bisa membuat kita merasa tak sendirian. Dan hal ini bisa banget membantu kita memperingan stres.
2. Miliki jadwal rutin
Jadwal rutin ini juga bisa jadi cara mengelola stres yang cukup mumpuni. Tujuannya agar anak-anak bisa mengikuti keseharian kita yang pasti jadi lebih sibuk dari sebelumnya.
Jadi, secara pelan-pelan, biasakan anak-anak untuk bangun pagi sendiri, dan kondisikan rutinitas pagi hingga malam, sampai mereka terbiasa menjalaninya tanpa kita suruh. Ya, paling-paling hanya mengingatkan ini itu, pastilah nggak berat yah?
Dengan anak-anak yang lebih mandiri, percaya deh, beban hidup akan lebih ringan. Dan kemandirian ini bisa dibangun dengan rutinitas yang jelas.
3. Tanamkan disiplin
Nah, kalau sudah mulai membiasakan anak-anak dengan rutinitas, maka kita juga harus membekali mereka dengan disiplin. Rutinitas yang sudah dibentuk susah payah akan sia-sia tanpa ada kedisiplinan, yes?
Lagi pula, ini juga bisa jadi bekal baik saat anak-anak dewasa nanti, kan?
Ya, bukan berarti keluarga yang masih utuh tidak butuh untuk mendisiplinkan anak sih, tapi bagi para single parent hal ini penting karena bisa meringankan tugas sehari-hari. Jadi, sifatnya lebih urgent, gitu.
4. Jawab pertanyaan anak dengan jujur
Akan ada masanya, anak-anak datang dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kondisi yang sekarang dihadapinya. Mungkin pada awalnya, kita akan merasa awkward ya, kalau harus dihadapkan pada pertanyaan anak-anak ini. Well, itu wajar saja kok. Dan, kalaupun kita merasa sedih, itu juga manusiawi sekali.
Tapi, kita nggak boleh menghindar. Justru kalau kita menghindar, kita akan makin stres.
Jadi, salah satu cara mengelola stres yang paling jitu adalah menjawab pertanyaan anak-anak ini dengan jujur. Rangkul mereka lalu ajak ngobrol dari hati ke hati. Biarkan mereka tahu. Percaya deh, hal ini akan sedikit juga memperingan beban kita.
Eggak semuanya harus diceritakan juga sih. Mungkin ada beberapa hal yang perlu kita simpan sendiri saja, mengingat dampak yang bisa terjadi pada anak–yang mungkin akan kurang baik. Toh kewajiban kita jugalah untuk melindungi anak-anak kan?
So, do your best.
5. Anak tetaplah anak
Anak tetaplah anak. Meski kita sudah menjelaskan kondisinya, kita tak bisa menuntut mereka untuk selalu mengerti kondisi kita. Mungkin kita memang sedang remuk, tapi jangan ajak mereka untuk ikut remuk bersama kita. Mereka tetap anak-anak yang bergantung pada kita, meski orang tuanya tak bersama lagi.
Sesekali menangis di hadapan mereka, saya pikir boleh kalau memang sudah tak tertahankan lagi. Berbagi emosi dengan anak, itu juga bagus sebagai usaha untuk mengelola stres. Tapi, jangan jadikan mereka sebagai tempat curhat terus menerus. Mereka tidak akan capable untuk selalu mendengarkan keluh kesah kita.
Jadi, sekali lagi, anak tetaplah anak. Tetap penuhi hak anak. Mereka yang membutuhkan kita, mereka yang masih menggantungkan diri pada kita. Kita adalah orang tua mereka, yang harus mendampingi dan membimbing mereka, apa pun yang terjadi.
6. Keluarkan rasa bersalah
Rasa bersalah inilah yang biasanya menjadi penyebab utama stres yang terjadi pada para single mom. Rasa bersalah karena tidak bisa bertahan, rasa bersalah pada anak-anak karena mengecewakan mereka, dan mungkin jutaan rasa bersalah lain *duh, lebay tapi that’s true sih.
Nah, untuk mengelola stres ini, coba deh ganti fokus. Jangan selalu berfokus pada rasa bersalah, tapi fokuslah pada apa yang bisa diperbaiki. Fokuslah pada apa yang sudah berhasil dilalui dengan baik. Kalau perlu, tulis achievement apa saja yang sudah berhasil didapat selama kembali menyandang status single lagi.
Bisa jadi, listnya malah jadi panjang. Rangkullah perasaan positif ini dengan menggantikan rasa bersalah tadi.
7. Alokasikan waktu untuk anak dan diri sendiri
Karena sudah bisa mengatasi rasa bersalah, maka selanjutnya alokasikan waktu untuk memberi lebih banyak perhatian pada anak.
Tapi enggak cuma pada anak, kita juga harus dong alokasikan waktu untuk diri sendiri (me-time). Jadwalkan hangout bareng teman-teman dekat, ngupi-ngupi sebentar, atau tekuni hobi lagi. Apa pun deh yang bikin bahagia.
7 hal di atas ini adalah apa yang saya coba jalankan dalam mengelola stres. Meskipun sebenarnya banyak hal lainnya yang bisa dilakukan, menyesuaikan kebutuhan masing-masing.
Yang terpenting adalah menyadari bahwa menjadi ibu tunggal itu, bukan sesuatu hal yang harus ditutupi lagi. Berdamai dengan keadaan, ini jauh akan lebih menenangkan diri kita. Biarkan lingkungan menerima kita apa adanya, meskipun tantangan di masyarakat Indonesia masih sangat tinggi ketika menjadi ibu tunggal bagi anak-anak. Percaya saja, “Saya bisa melewati semuanya.”
Yanti says
Subhanallah…”rasa bersalah” ini yg masih selalu bersemayam dan jd ingatan, aplg klo anak lg ga bisa diajak kompromi?