Kali ini saya lagi enggak bisa menuliskan kisah seperti bahasan biasanya alias tema-tema semacam #ThankYouILearn. Kenapa Mira, lagi baper ya? Hmm, baper banget enggak sih, hanya pengen sedikit mengeluarkan uneg-uneg saja. Ini penting buat saya pribadi, karena sudah seringkali saya merasa tidak nyaman dengan satu kalimat seperti “Iya, mau undang Mira tapi kamunya sibuk terus.” And you know gaes? Kalimat itu asli, jleb banget buat saya. Entah kenapa, hanya saja sampai sekarang saya merasa belum ada sisi positif yang bisa saya pahami. *masalah elo dong, Mir. Memang! Mau cuek aja, ya sedikit kepikiran juga. Sementara, yang bilang tersebut, tau enggak kondisi sebenarnya? Jangan-jangan hanya berdasarkan persepsinya sendiri atau cukup dengan apa yang dilihatnya saat saya lagi dimana, atau sedang ngapain, dan dengan siapa. Apa dipikirnya saya sibuk kesana kemari hanya buang-buang waktu?
But wait, saya coba telaah dulu ya.
Ketika sebuah acara dibuat dengan tujuan untuk berbagi ilmu, atau sekedar silaturahim santai, biasanya dalam satu circle akan saling mengajak satu sama lain. Perkara mau datang atau tidak, itu menjadi urusan nanti. Intinya, kalau mau undang, ya undang saja dulu. Simpelnya gitu. Tapi jadi beda kondisinya, ketika (entahlah) dalam satu circle atau bukan, belum mewujudkan niat mengundang, sudah memberi judge duluan, “Ah, palingan si A sibuk terus,” dengan landasan persepsi pada apa yang dilihatnya selama ini. Akhirnya, tercetuslah kalimat tersebut saat acara telah selesai dilaksanakan. Yah, mending enggak usah dibilangin kalau niat mau mengundang, tapi sebatas niat. *baper detected
Warbiyasaknya, kalimat tersebut seringkali saya dapat dari circle terdekat saya. Iyaa, temen nongkrong atau hang out lah, yang bukan sekali atau dua kali ketemu dan nyirih bareng. Awal-awal, saya selalu menyadari, oh iya… mungkin memang saya sibuk. Atau memang kebetulan jadwalnya selalu bentrok. Lama-kelamaan… kok tanduk saya seperti mau keluar ya. Masalahnya adalah… “kelihatan sibuk, dengan sibuk beneran untuk ikhtiar kan beda.” Dan, kita semua memiliki situasi dan kondisi yang berbeda, dimana ada alasan kuat kenapa pada akhirnya, saya atau siapapun harus bersibuk ria dengan segala remeh temehnya. Apalagi terkesan terkesan selalu meninggalkan anak di rumah. Tambah lagi deh, “anak kamu enggak apa-apa ditinggal-tinggal terus tuh?” Bleh!
Dulu pernah ada salah satu sahabat saya mengungkapkan hal tersebut. Padahal kondisinya, dia tau betul atas ketidaknyamanan saya tersebut. Saat kalimat tersebut terucap, saya diam dan hanya memberi senyuman. And you know? Enggak berselang lama dia langsung japri dan meminta maaf. Dia baru ingat bahwa saya paling enggak nyaman dijudge seperti itu. Well said, saya enggak marah juga, dan lega karena dia kemudian ingat atas ketidaknyamanan saya tersebut. *problem solved!
Dan sekarang coba kita pahami bersama, bahwasanya kita hidup memiliki tingkat kebutuhan masing-masing, kita punya target masing-masing. Saya sibuk, bukan untuk main-main, bukan sibuk yang cuma ngobrolin berlian, mobil kamu apa sekarang, atau liburan ke mana saja. Tapi saya ya kerja, cari nafkah juga buat nyambung makan dari hari ke hari, supaya bisa ajak anak-anak sekedar nyicipin yang namanya steak atau liburan ke pantai, dan juga beli bedak atau… well… banyak alasan sebenarnya. Tapi dengan semua yang saya lakukan, sebaiknya nggak perlu juga men-judge saya dengan kata-kata “kamu kan, sibuk terus”. Meskipun jika dilihat dari persepsi lain, bisa saja hal tersebut jadi doa biar rejeki saya bertambah. Tapi please… penerimaan saya dengan kalimat tersebut masih belum match dengan rasa dan pikiran saya. Boleh ya, kita saling memahami satu sama lain tanpa harus men-judge. Apalagi sebagian teman-teman saya juga, kalian bekerja kan, tau bagaimana sibuk dalam arti sebenarnya dan capeknya ketika harus berjuang menyambung hidup.
Tapi percayalah, sebuah ajakan untuk menghabiskan waktu bersama, atau sekedar ngopi bareng, dan meski itu sebatas basa-basi, akan membuat seseorang di sana merasa dihargai, merasa memiliki sahabat atau keluarga yang membutuhukan kehadirannya. Ini bukan tentang saya saja, tapi siapa tau ada juga yang merasakan seperti saya di luaran sana. So, shut up, and be respect ok beibs. Sejauh ini, saya selalu mengusahakan untuk membagi waktu. Apalagi untuk urusan silaturahim dalam satu circle pertemanan. That’s it!
And last, tuilisan siang ini saya buat dalam keadaan release, sambil santai aja di rumah plleuuss minum secangkir kopi, pleuuuuss lagi, nggak bermaksud saya tujukan hanya untuk satu orang, tapi untuk semua rangkaian kalimat yang pernah terucap dari sahabat, teman, ataupun keluarga. Dan jujur, saya menulis hanya untuk melepaskan ketidaknyamanan ini, saya ingin buang jauh-jauh energy negative ini, supaya enggak menjadi penyakit hati buat diri saya sendiri, dan enggak menjadi beban yang lama-lama bisa jadi boom waktu. Siapa tau ke depannya saya bisa lebih positif menyikapinya.
Eh, balik lagi ke paragraf awal tentang tagline saya. Ternyata tetap masih ada unsur #ThankYouILearn nya nih. Yup, terima kasih karena mengajarkan saya untuk jujur pada perasaan saya sendiri, dan saya enggak marah atas hal tersebut. Rasanya lega dan plong aja sudah dituangkan dengan menulis. Semacam self healing gitu deh. So, mari jalani lagi rangkaian hari dengan senang 😀
widyanti yuliandari says
Pernah di posisi yang sama. Dan rasanya memang tidak nyaman.
Mira Sahid says
Terus, apa yang dilakukan mak?
@kakdidik13 says
Tetap semangat mbak mira, apapun yang dibilang orang biarin aja hehehe #positifThinking hehehe
Mira Sahid says
Uwuwuwuw semangat terus kok. Makasih ya Dek
Desy Yusnita says
I have been there too. Emang sih ga enak, tapi aku coba enjoy aja sama lingkungan terdekat. Ga mau maksain untuk orang melakukan apa yg kita mau. Toh mereka juga ga paham kebutuhan kita. Cari yang bikin enjoy aja mba, toh susahmu mereka juga ga tau. Yang penting tujuan utama kita memilih jalan yang sekarang (untuk keluarga) tercapai. Kalau lagi stress atau baper, aku biasanya hang out aja sama temen-temen kantor atau secara accidental gabung sm siapa yg lagi hang out ( yg bikin qta nyaman biasanya). Begitulah….
Mira Sahid says
Iya emang bener, kita enggak bisa paksakan orang untuk ikuti maunya kita. Yaa, at least aku plong dikit lah mak, namanya juga curhat. Soal enjoy. I’m doing that every minutes that I have 🙂 *thinkyiu
rita asmaraningsih says
Dibikin nyantai aja Mba.. Kalau dipaksakan orang ngikutin maunya kita biasanya malah mereka ogah.. Tetapi kalo nyantai nawarinnya apalagi kesannya gak maksa malah banyak koq yang ngikut.. Btw, sukses terus ya Mba acara2nya.. Kapan nih nyebarang ke Sumatera?
Nurul Al Amin says
Semoga senantiasa sehaaat ya kakak mira (lagi pengen kak, bukan mak pon). Hidup penuh berkah, manfaat, dan berlimpah kebahagiaan….
Aamiin
Khalida says
Puk puk mak mir… tetap semangat and ceria.Kalo aq malah kebalikannya sering dituding kamu kan gak ngapa2in wkwkwk …
Pakde Cholik says
Dalam sebuah pergaulan baik kekerabatan maupun persahabatan ada saja orang- orang yang secara perlahan- lahan mencoba memisahkan diri dari kita, Jeng. Alasannya bermacam- macam. Ada yang menganggap kita tidak pas lagi dengannya karena kita tidak sejaya seperti dulu. Sebaliknya ada yang menganggap kita berubah setelah kita lebih berjaya. Bahkan warna bendera pun bisa menyebabkan kekerabatan atau persahabatan menjadi renggang,
Dari kondisi itulah kemudian muncul istilah sahabat sejati. Dia tetap bersahabat dengan kita apapun keadaan kita. Sahabat seperti ini bukan hanya suka memberi gula tetapi juga tak segan- segan memberi kita pil kina. Jika dia melihat kita ada gejala mau melenceng maka dia tak segan- segan mengingatkan agar kita kembali ke koridor yang benar. Dia juga tak segan membantu ketika kita membutuhkan. Tetaoi dia tak lantas memanfaatkan diri kita manakala kita mempunyai kedudukan, jabatan, pangkat, dan harta berlimpah. Baginya, persahabatan lebih tinggi nilainya daripada kemewahan- kenewahan yang lainnya.
Kita bisa menjadi sahabat sejjati jika kita juga berlaku yang sama. Berbuat baik itu universal dan Tuhan tidak pernah menyia- nyiakan suatu kebaikan, siapupun yang menebarnya.
Salam hangat dari Jombang.
Yulia Rahmawati says
Cemangaaaaaat 🙂
Widi Utami says
iiiiih, itu saya banget, Mak. Hahahaha.
Resiko bumil yang sempat dapet warn bed rest, plus lagi nyelesein skripsi, dapet kata-kata seperti itu udah jadi makanan sehari-hari. Padahal yah… sempat lah kalo cuma sekedar nongkrong di cafe ngabisin es krim. xD
Indah Juli says
Kalau aku sih sekarang udah tahap masa bodoh dengan pendapat orang 😀
Dengarin atau baca aja, tapi ngak komen atau jawab.
Widy Darma says
Aku juga suka dibilang sibuk sama temen, tapi biasanya aku bercandain sih :
“Epekeeehhhhhhh? Berasa artis ibukota aja ghue” :))
Ada juga sahabat yang sibuk banget, jauh lebih sibuk daripada aku. Susah banget pokoknya kalau mau ngechat. Chat aja susah apalagi ketemuan. Tapi ya, pengertian aja. Hehehe… Kalau lagi pengen banget ngobrol satu-satunya jalan ya nelpon. Sebenarnya dia juga selalu berusaha ada waktu buat kita kok, asalkan kita juga bisa ngerti aktivitasnya dia. Paling pas ketemuan main ledek-ledekan aja.
“Bulan depan gue booking jadwal lo yah, tanggal sekian. Awas, jangan sibuk-sibuk” dianya juga ketawa-tawa jadinya.
Terkadang harus jadi sahabat yang visioner dan terorganisir buat ketemuan sama dia 😀
Nur Islah says
judge yg tidak berperasaan kemarin sy terima, salah sih memang karena sy telat ke kantor, tp masa saya dibilang gara2 sy telat bangun. Blom tau dia kl sy pontang-panting masak buat sarapan, mandikan anak, suapin anak, antar anak ke sekolah. tapi ya gitu, ditelan saja sambil urut2 dada, keknya harus jadi postingan nih hehehe
ipeh alena says
Komentarnya pakde Cholik sungguh membuat saya mendelep, pasalnya saya malah lagi berada di masa tersebut, ‘merasa dijauhi’ tapi di sisi lain justru bertemu dengan orang2 yang lebih tulus. Meski belum dekat. Tapi, memang, apa pun yaa yang namanya undangan memang sesuatu yang berharga, ya. Meski rasanya menohok, ternyata ketika saya bersahabat dengan rasa tidak nyaman kemudian deal with it yaudah, dont care aja jadinya.
Malah jadi saya semacam bikin tameng juga sih, “lo ga ngundang gue ga akan rugi guenya. Karena level lo jauh di bawah gue.” Wakakakakakakak ini mah mode devil in me mak 😀
Salam lempeng 🙂
Novia Syahidah says
Hehe, yuk semangat lagi bersibuk ria! Pestawirausaha di depan mata 😉
kania says
mak, saya juga suka menyibukkan diri, bukan apa2 kalau bengong saya suka kepikiran yg sedih2..tp kadang orang ga mengerti ya apa yg kita lakukan kalo udah gitu saya biasanya nangis sendiri sambil dengerin Alquran atau lagu sedih, curhat sama temen, telpon oratu dan minta doa dan sebagainya…abis itu..plong! eh ya ngopi juga 😀
Rahayu Pawitri says
Baru saja mengalami hal yang sama mbak, dilaporin ke mertua karena jarang nongkrong di depan rumah. Yah, sadar aja memg itu resiko kerja dr rumah to, raga dirumah, pikiran ga dirumah.
Terima kasih untuk curhatannya, akan saya ingat untuk tidak mudah mengomentari aktivitas seseorang.
Naqiyyah Syam says
Tidak semua orang paham apa yang kau pikirkan. Dan tak perlu juga harus dijelaskan secara detail. Orang belum tentu empati. Kadang malah sibuk mencibir.
Jadi…aku memilih untuk mengabaikan orang yang mencibir itu.
ima says
Karena kita tidak mungkin membuat semua orang suka pada pilihan dan apa yg kita lakukan.. *_*
Uniek Kaswarganti says
Ya begitu deh yg kualami sejak harus mencangkul tahun 2000an Mak, banyak teman main yg bilang aku begini begitu, ga asyik, ga bisa diajak jalan kemana2. Sampai udah ga berasa lagi dibilangin apa2 saking seringnya hehehee… lha gimana lagi, apa yg kualami kan ga bisa disampaikan kepada mereka yg memiliki banyak waktu utk ini dan itu. Dengan segala keterbatasan waktu aku tetap harus bersyukur sudah diberi kemudahan hidup dibandingkan dg orang lain yg hidupnya jauh lebih susah. Palingan gitu aja sih mak yg bikin hati bisa tenang.
Mugniar says
Hm, setuju sama semuanya, Mak. memang mendingan jujur begini, kalau misalnya ada yang bilang baper, biar sajalah, hehehe.
Jadi ingat ada komen di blog saya yg katanya ibu2 yg ngeblog ada yang menghadiri ini-itu meninggalkan keluarganya, mendoakan sih … katanya supaya saya tak demikian. Jadi agak sebal karena ini keliatan nge-judge.
Sy langsung balas komen dan bikin tulisan yg isinya ada miripnya dengan postingan ini. Sy blg bahwa sy keliatan sibuk ken satu kegiatan bisa saya bikin bbrp tulisan. Padahal sy kebanyakan di rumah. Trus sy bilang juga kalo teman2 yg emak2 blogger, mereka pasti sudah punya komitmen dengan pasangannya/keluarganya. Bukan juga berarti ninggal2in keluarga begitu saja. Cuma karena memang kita blogger ya kudu dekat dengan medsos jadi kesannya sibuk terus. Kayaknya risiko, ya Mak ….
Hari Mulya says
salam kenal dulu..
Inuel says
Kalau saya, yang penting gak ganggu merea aja :D, cuek haha.. mungkin setiap orang berbeda 😉
nunik utami says
Heeuu beneerr, kalo ditanya: nggak apa-apa tuh, ninggalin anak-anak melulu? Itu rasanya jleebb banget. Sakit, tapi ya harus. Wong ninggalinnya juga dalam rangka menyiapkan amsa depan untuk anak. Ya, kan?
Lusi says
Ya emang kamu sibuk kan, sibuk cari nafkah. Kalau mau dengerin apa kata orang dari sisi manapun tetep salah. Apakah dengan aku jaga anak melulu terus jadi mulia dimata orong? Nggak kok, ada yg nganggap itu looser & nggak bermanfaat bagi masyarakat. I stop listening to people like that. Suka2 aku aja.