Seberapa sering, kita selalu berkeluh kesah pada Sang Ilahi? Seberapa sering kita seperti tidak pernah menerima bahwa semua kesedihan, kepedihan, kesusahan, tak seharusnya menjadi bagian dari proses yang harus dijalani? Apalagi, kita juga terkadang berpikir bahwa, selama ini hidupku sudah kujalankan dengan sebaik-baiknya. Tapi mengapa Tuhan masih saja menguji dengan berbagai ketetapan yang di luar dugaan? Ah, rasanya tidak adil sekali.
Well, kalian pernah merasa seperti itu? Saya pernah.
Mencoba untuk bangkit dari keterpurukan ternyata tidak gampang, sobs. Butuh tenaga dan mental dua kali lipat dari sebelumnya. Bersyukur ternyata, ada banyak orang atau teman, dan sahabat di sekeliling, yang masih rela untuk sekedar mendengarkan keluh kesah, pun rela membantu mengusap air mata dengan tawa yang tulus. Bayangkan saja, jika mereka tidak ada saat ini. Bisa jadi, mengakhiri hidup adalah pilihan satu-satunya. Terlebih lagi, minimnya iman yang dipunyai seseorang, yang kadang bisa membuat seseorang hilang kendali. Naudzubillah hi Mindzalik.
Beberapa hari lalu saya sempat berjumpa dengan seorang teman. Dari pertemuan tersebut, saya banyak sekali berbincang. Kebetulan teman saya ini adalah seorang hypno therapy. Saya bercerita, dan sesekali juga mendengarkan ceritanya. Dan seperti memahami situasi saya (udah pasti sih), teman saya ini sedikit demi sedikit memberikan pemahaman tentang kisah yang saya ungkapkan. Tentang sebuah PR besar bagaimana sebaiknya saya bersikap terhadap anak-anak. Yaa, ini tentu sudah menjadi PR semua orang tua, ya. Jujur saja, di jaman yang mengerikan ini, jauh di lubuk hati saya, saya merasa sangat khawatir. Apakah saya mampu menemani anak-anak saya hingga mereka dewasa nanti? Apakah anak-anak saya akan baik-baik saja, sementara ancaman di luar sana semakin mengerikan? Semakin terus saya berpikir seperti itu, saya justru malah semakin khawatir pada diri saya sendiri. Saya khawatir, apakah rasa ini memang wajar adanya, atau malah saya terlalu melebih-lebihkan? Sueerr… saya nggak mau jadi stress sendiri.
Menurut teman saya itu, sebagai seorang ibu, tugas saya adalah membuat anak-anak merasa nyaman. Sementara tugas seorang ayah adalah membuat anak merasa aman. Tapi bagaimana jadinya, jika seorang ibu pun, sangat sulit membuat dirinya nyaman? Dalam hal ini let’s say, saya. Saya merasa baik-baik saja. Tapi karena kekhawatiran itu, saya malah merasa tidak baik-baik, dan ini sangat menganggu sekali.
Dia juga mengatakan bahwa seseorang memang akan ada dan sampai pada kondisi terendah dalam hidupnya. Atau menemukan situasi yang membuat dirinya merasa tak tenang. Jadi wajar saja jika seseorang tersebut akan mengalami gejolak batin yang luar biasa. Menangis, galau, resah, itu wajar dan sangat dibolehkan agar perasaan tersebut bisa terlepas perlahan. Tak perlu memaksa diri untuk cepat-cepat merasa baik. Pahami semua itu, dan perbaiki pelan-pelan dengan terus memberikan afirmasi positif pada diri sendiri. Toh kehidupan ini terus berjalan, tidak ada yang tidak bisa diselesaikan, dan Tuhan tidak pernah tidur, itu benar adanya.
Saya sendiri paham, berusaha keluar dari keterpurukan itu, sudah menjadi tugas kita masing-masing. Berbagai upaya pun layak dilakukan untuk membuat sebuah kondisi bisa kembali kepada keadaan semula (membaik). Bahkan ibaratnya, kita harus berjuang berdarah-darah dalam mempertahankan sesuatu, meski kita tidak pernah tau hasilnya. Atau, yang terburuk… hasilnya tetap tidak selalu sama dengan yang kita harapkan. Kita bisa apa?
Apakah kita merasa kecewa dan marah? Tentu. Lagi-lagi, semua itu wajar dan diperbolehkan. Tapi ketika bertanya, kenapa akhir perjalanan episode ini, harus berakhir seperti ini, sementara kita sudah berjuang mati-matian? Jawabannya sederhana. “Ini Hidup,” kawan. Iya, hidup yang di dalamnya telah tertulis takdir kita masing-masing. Hidup yang menuntut kita untuk belajar dan mengajarkan. Hidup yang kerap kali bisa membuat kita terjatuh, namun percayalah… dengan begitu kita sedang diajarkan bagaimana cara untuk bangkit. Melalui kekecewaan, kita tengah diajak untuk menjadi istimewa. Dear me, or dear you, hapus air matamu, dan tersenyumlah. Yakini dan terimalah bahwa, ini hidup! Jika saat ini kita tengah dirundung kesedihan, toh kehidupan pun selalu menawarkan kebahagiaan. Kelak, dalam masa yang tidak pernah kita tau, kita akan menangis, bukan lagi untuk bersedih, melainkan menangis untuk berbahagia dan membahagiakan. Indah bukan?
echaimutenan says
aku pernah diposisi itu mbak….
rasanya semua hilang g punya hidup…marah sama diri, orang semua rasanya hancur…
tapi ternyata Allah benar, semua pasti sesuai kemampuan hambaNya
Roda hidup kan berputar mbak…
semangat yo…cuma bisa mendoakan yang apik2 buat anak-anak :*
Mira Sahid says
Yes, kita sama-sama mendoakan dengan kebaikan ya, Cha. Big hug
Fardelyn Hacky says
I feel you mbak. Aku juga pernah dan sedang merasakannya saat ini. tetapi yang saya tampakkan ke ‘permukaan’ adalah bahwa saya baik-baik saya. Hidup memang penuh dengan dinamika ya mbak. TFS mb Mira
Mira Sahid says
Benar. Tapi tak perlu memaksakan baik-baik mba, kalau dirasa masih sulit. 🙂
Istiana Sutanti says
Cuma bisa mewek bacanya.. Semangat terus makpon!
Mira Sahid says
Hihihi kenapa mewek, Isti darleng? Iyah mari semangat
Asy-syifaa Halimatu Sadiah says
Baru merasakan hal ini beberapa hari yang lalu, merasa lagi ada di titik terendah karena limbung dengan keadaan yang ada, tugas-tugas sekolah, PR, kegiatan di luar sekolah, sampai persiapan UN dan ini itu lainnya.
Semangat ya Mak, hidup memang perlu ujian biar kita punya usaha 😀
Mira Sahid says
Semangat juga ya Siyfa… Kehidupan terus berjalan, mari kita jalani prosesnya
momtraveler says
Aku juga lagi merasakan seperti itu mbak. Memutuskan pindah supaya deket sama orangtua tapi cobaan teruuuss aja ga berenti.berusaha menguatkan diri dan yakin Allah ga akan memberi cobaan gg kita ga sanggup.
Dear mbak Mira and me …. semangaaattttt 🙂
Mira Sahid says
Aku turut mendoakan buat mu ya, mak. Keep fight
Oka Nurlaila says
Sebagai anak yg jauh dari orang tua, saya terkadang mengalami kondisi down. Yaaa, tidak semuanya yang kita alami bahagia. Inilah hidup.
Rasanya lega pas baca kalimat, “Jika saat ini kita tengah dirundung kesedihan, toh kehidupan pun selalu menawarkan kebahagiaan.”
Mira Sahid says
Alhamdulillah, semoga bisa sedikit menjadi penyemangat yaa Oka 🙂
Siraul Nan Ebat says
Jika yang paling menyebalkan adalah gatal, maka yang paling mengasyikkan itu adalah menggaruk ~ Rekreasi Hati. Ternyata gatal, masalah yang paling menyebalkan sekalipun cuma butuh solusi sederhana yang asyik pula, digaruk, hehe…! Semangat, Mbak! Salam blogger!
Mira Sahid says
Hihihi perumpamaan yang unik. Makasih ya Siraul 🙂
Idah Ceris says
Kalau udah sampai ke takdir, kita hanya bisa berserah diri kepadaNya. Banyak berdoa, mendekatkan diri. Semua sudah ada garis, tertulis.
Semangaaat cemunguuts. 🙂
Mira Sahid says
Iyes. Mudahnya, ya sudah… terima dan jalani takdir kita dengan lapang dada, ya. 🙂
Lidiya JPrang says
Hari esok adalah misteri..dan berbuatlah yang terbaik buat hari ini..sisanya ada Allah yg akan bekerja untukmu beb..tteap semangat, karyamu sudah sangat mengispirasi kita2, baik kita kita baik pula yang kita dapat, tetap semangat beb mira sahid..semoga Selalu dalam lindungan Allah swt..
Bighug n kiss kiss
Lidiya JPrang says
*baik kita tuai baik pula yang kita dapat
Dwi Puspita Nurmalinda says
suatu hari nanti aku akan mengalami hal seperti mbak Mira…sekarang aja aku dilema…berhenti kerja apa lanjut karena niatku ingin menjaga anak…kalo lanjut kerja ntr aku bingung anakku mau dititpin ke siapa…makasih atas sedikit sharenya mbak…
Rahayu Pawitri says
Pernah ngalami seprti itu mbak. Alhamdulillah sekarang sudah lebih stabil. Semoga selamanya bisa seperti ini. Terima kasih sudah mengingatkan
Pakde Cholik says
Tuhan memang selalu menguji hambaNya dengan berbagai cara, Dinda. Anak, isteri/suami, dan harta adalah ujian yang sering dimunculkan. Tuhan ingin tahu apakah iman kita seperti intan atau hanya seperti tanah liat.
Itulah sebabnya sikap orang yang beriman adalah sabar ketika mendapat musibah/ujian/cobaan, dan bersyukur manakala menerima kegembiraan, kesuksesan, prestasi ,dan sejenisnya.
Dengan cara itu maka hidupnya tak akan terombang-ambing.
Saya juga seringkali mendapat ujian atau cobaan dari Tuhan. Tak ada jalan lain kecuali menerimanya. Terpuruk, sedih berkepanjangan, marah atau menjadikan Tuhan sebagai tersangka tentu bukan sifat orang beriman.
Be strong, Honey.
Salam sayang dari Jombang.
Ei says
Setiap orang pasti pernah dan akan merasakan sepeti ini mak.
Pegangan ei kalo sedang begini, cuman yakin denan janji ini :
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(QS. Alam Nasyroh: 5-6)
Whatever the things, keep in faith yaaaaa :-*
Zizy Damanik says
Setiap orang pasti pernah menghadapi perasaan seperti ini, namun selalu ada tumpuan baru dimana kita sadar bahwa oh kita masih memiliki sesuatu yang berharga. Let’s appreciate life! Ini yang suka saya rasakan dan coba tingkatkan setiap sedang down.
^^)
Ika Koentjoro says
Iyes semua orang pasti pernah berada di titik terendah. Butuh banget support tulisan seperti ini yang bisa bikin move on. Thanks 4 sharing-nya mak. Big hug
Inda Chakim says
kmren2 smpet limbung, entah knp waktu itu air mata gk kekontrol, keluar gt aja, apalagi kalau sdg sndirian, banjir2 dah, ditmbah lg sndirian plus abis sholat, beuughh basqh2 dah mukena, hehe, tp alhamdulillah, stlh limbung cukup lama skrg brusaha utk bangkit lg stlh diberi pemantik oleh Sang Maha Segalanya. Allah memang tdak tdur mbak mira, beneran.
tf renungannya yak 🙂
verlinawati says
Jadi terharu mak….keep fight mak…kalau kita merasa selalu baik baik saja insyaAllah menjalankan hidup ini jg akan baik2 saja…terimaa sajaa setiap hal yang kita hadapi baik itu sedih atau senang…yg mesti diingat adalah pasti selalu ada pesan cinta dibalik setiap kejadian…nikmati saja dan jalani saja…memang perlu waktu untuk menjalaninya…
Lop U makmir?
Fath Sahid says
Jadi baper baca tulisannya mba.. Hiks
Dalam kondisi seperti itu hanya bisa pasrah kepadaNya